Posted on November 17, 2009 by Admin
Rasulullah
SAW bersabda: “Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi
di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya, maka
ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan
dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan
ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka.”
Riwayat Imam Empat.
Saya tidak tahu apakah Polisi dan Jaksa
kita kekurangan pekerjaan sehingga kasus pengambilan 3 biji kakao
senilai rp 2.100 harus dibawa ke pengadilan.
Begitu pula dengan kasus pencurian satu
buah semangka, di mana kedua tersangka disiksa dan ditahan polisi selama
2 bulan dan terancam hukuman 5 tahun penjara.
Sebaliknya untuk kasus hilangnya uang rakyat senilai rp 6,7 trilyun
di Bank Century, polisi dan jaksa nyaris tidak ada geraknya kecuali pak
Susno Duadji yang ke Singapura menemui Anggoro salah satu penerima
talangan Bank Century.
Ini juga membuktikan bagaimana Indonesia yang kaya alamnya ini tidak memberi manfaat apa-apa bagi rakyatnya.
Pihak asing bebas mengambil minyak, gas,
emas, perak, tembaga senilai ribuan trilyun/tahun dari Indonesia. Tapi
rakyat Indonesia mayoritas hidup miskin. Baru mengambil 3 biji kakao
saja langsung dipenjara.
Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia… .
Betulkah itu…???
16 Nopember 2009
Dimejahijaukan, Ambil Tiga Biji Kakao Senilai Rp 2.100
Tragedi hukum seperti tak ada habisnya di
negeri ini. Ketika Anggodo Widjojo, yang diduga ikut merekayasa kasus
pimpinan KPK, dan para makelar kasus nyaris tak tersentuh jerat hukum,
seorang wanita di Banyumas harus merasakan pahitnya menjadi tahanan
hanya karena didakwa mengambil tiga biji kakao seharga Rp 2.100.
MINAH alias Ny Sanrudi (55), warga Desa
Darmakradenan RT 4 RW 5 Kecamatan Ajibarang, Banyumas mungkin tak pernah
membayangkan bagaimana rasanya menjadi tahanan rumah dan harus
berurusan dengan aparat penegak hukum.
Lantaran mendambakan bisa menanam pohon kakao, buruh tani itu terpaksa
mengambil biji kakao di perkebunan PT Rumpun Sari Antan (RSA) di
desanya. Ternyata, dari biji kakao basah yang bila dijual di pasaran
hanya seharga Rp 2.100 itu, kini ia harus siap menghadapi putusan PN
Purwokerto dalam waktu dekat.
Kasus itu berawal saat Minah ’’tertangkap
basah’’ petugas PT RSA yang menggelar operasi di blok A9 perkebunan,
Minggu 2 Agustus 2009. Kasus itu lantas dilaporkan ke Polsek Ajibarang.
Pihak perkebunan beralasan, pelaporan dilakukan untuk mendatangkan efek
jera kepada yang bersangkutan. Sebab dari segi kerugian, mungkin biji
kakao atau uang senilai Rp 2.100 bisa dikembalikan. Setelah melalui
penyelidikan, polisi menetapkan Minah sebagai tersangka dan menahannya
dengan status tahanan rumah.
’’Saya pernah ngobrol dengan salah satu
saksi dari pihak perkebunan, mandor Tarno, yang ikut menangkap. Katanya
itu dilakukan untuk efek jera saja,’’ kata Wawan Yuwandra, pegiat sosial
yang ikut mengadvokasi kasus tersebut, kemarin.
Tahanan rumah pun dijalani Minah sejak 13
Oktober hingga 1 November. Status tahanan itu selesai, karena tak ada
perpanjangan lagi dan prosesnya sudah sampai ke pengadilan negeri (PN).
Tuntutan
Perempuan tidak tamat SD itu didakwa oleh
jaksa dengan Pasal 362 KUHP. Berkas perkara Reg Perkara:
PDM-147/PKRTO/EP.1/10/2009 ditangani jaksa Noorhaniyah. Agenda Kamis
pekan lalu sudah memasuki tuntutan. Namun Minah tak datang, karena
merasa tak mendapat undangan. ’’Setelah kami tanya, yang bersangkutan
tidak datang karena mengaku tidak dapat undangan. Bukan karena tidak
menghormati proses hukum,’’ ujar Wawan.
Selain tak ada undangan, Minah tak datang
karena kondisi ekonomi keluarganya. Jarak dari rumahnya yang terletak
di pegunungan kapur Darma ke Purwokerto cukup jauh, sekitar 35 km.
Baginya, biaya yang dibutuhkan untuk transportasi saja terbilang tak
sedikit. Untuk bolak-balik ke Purwokerto sekali jalan paling tidak harus
memegang uang Rp 100.000 hingga Rp 200.000 (plus akomodasi).
’’Kami tak sanggup membayar pengacara,
jadi dia tak ada yang mendampingi. Yang mendampingi teman-teman LSM di
Purwokerto. Kami hanya bisa pasrah. Semoga hakim bisa memutus bebas,’’
kata Wawan penuh harap.
Menurut dia, dalam pengakuan di
persidangan awal, Minah itu mengaku baru kali pertama mengambil biji
kakao. Itu dilakukan karena ingin punya bibit yang akan ditanam di tanah
garapan complangan (lahan di antara tanaman pokok). Sebab, kalau minta
ke perkebunan kemungkinan tidak diberi.
Ia juga tidak memiliki lahan dan hidupnya sangat tergantung dari hasil sebagai buruh tani.
Saat ada operasi, Minah pasrah dan tak melawan saat PT RSA meneruskan ke polisi.
Sementara itu pihak RSA belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi, ponsel
Pimpinan PT RSA Darmakradenan Sumarno aktif, namun tidak diangkat.
Masalah Kecil
Kasus yang menimpa Minah itu sebenarnya
tergolong masalah yang relatif kecil di balik konflik berkepanjangan
antara pihak perkebunan dengan warga Darmakradenan yang menuntut
pengembalian tanah yang mereka klaim sebagai warisan nenek moyang (tanah
adat).
Bahkan terakhir, tiga warga yang terlibat
dalam peringatan Hari Tani Sedunia beberapa waktu lalu di desa tersebut
juga dilaporkan ke polisi. Organisasi tani desa tersebut, yakni Serikat
Tani Amanat Penderitaan Rakyat (Setan Ampera) bersama Paguyuban Petani
Banyumas (PPN) mengadu ke DPRD. Tujuannya agar DPRD dan Pemkab ikut
membantu menyelesaikan masalah tersebut, termasuk mengupayakan
penyelesaian konflik tanah yang sudah berlangsung belasan tahun.
DPRD melalui Komisi A akhirnya membentuk
tim kerja untuk memfasilitasi masalah tersebut. Kedua belah pihak sudah
dipanggil secara terpisah dan akan dipertemukan untuk mencari solusi
terbaik.
’’Kita sudah agendakan untuk
mempertemukan kedua belah pihak. Tinggal mengatur waktu saja. Keduanya
sudah kita klarifikasi,’’ kata Ketua Komisi A DPRD, Agus Prianggodo
seraya menjelaskan, masalah itu ditangani oleh tim kerja yang dipimpin
oleh Sekretaris Komisi A Achmad Fadli dari PKB. (Agus Wahyudi-33,65)
Kamis, 19/11/2009 15:24 WIB
Mencuri 3 Buah Kakao, Nenek Minah Dihukum 1 Bulan 15 Hari
Arbi Anugrah – detikNews
Banyumas – Nenek Minah (55) tak pernah
menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT
Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang
pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari
penjara dengan masa percobaan 3 bulan.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat
Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo,
Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2
Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk
menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata
tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar
memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di
tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan
melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang
mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang
memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu
perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh
dilakukan karena sama saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta
maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah
kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah
berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.
Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil
itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat
panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai
akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di
Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis
hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15
hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara
sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.