Dalam keadaan masygul saya menulis artikel ini. Kalau dalam artikel sebelumnya
saya menulis tentang ketakutan saya bahwa pergerakan politik WPNCL
(West Papua National Coalition For Liberation) yang dipimpin oleh Andy
Ayemiseba di Vanuatu akan menjadi faktor pemicu faksi-faksi lain OPM
akan bergerak untuk menunjukan eksistensinya, ternyata hal tersebut
benar-benar terjadi. Dalam artikel tersebut saya menuliskan ketakutan
saya bahwa faksi militer OPM yang akan bergerak, karena
pemimpin-pemimpin faksi militer OPM banyak yang tidak sejalan dengan
petinggi tiga organisasi politik faksi OPM yang diundang oleh Pemerintah
Vanuatu, baik WPNCL, NRFPB (Negara Republik Federal Papua Barat)
ataupun KNPB (Komite Nasional Papua Barat).
Selain itu, langkah Pemerintahan Vanuatu sama sekali tidak mengundang
satu pun faksi militer OPM yang jumlahnya tidak sedikit. Kembalinya
terjadi penembakan di Papua oleh “Kelompok Sipil Bersenjata” bisa jadi
adalah ajang penunjukan eksistensi dari faksi militer atau bahkan bisa
jadi sebagai wujud kekecewaan karena tidak “dianggap” dalam acara
rekonsiliasi di Vanuatu, Agustus mendatang.
Dan benar sudah, kelompok
faksi militer yang pertama kali merespon terhadap eksistensi WPNCL di
Vanuatu adalah kelompok faksi militer yang dipimpin Puron Wenda di Lani
Jaya. Menurut Bupati Lanny Jaya, Befa Jigibalom, kelompok yang
diperkirakan beranggotakan 100 orang ini telah menguasai 2 kampung yakni
Kampung Pirime Balinga dan Kampung Kwiyawagi.
Kelompok pimpinan Puron Okiman Wenda atau lebih dikenal sebagai Puron
Wenda adalah kelompok yang faksi militer OPM yang bermarkas di Pilia,
Lany Jaya, oleh sebab itu kelompok ini dikenal sebagai kelompik Pilia.
Di Lany Jaya sendiri tidak hanya dikuasai oleh Kelompok Puron Wenda, ada
beberapa kelompok faksi militer lain yang juga beroperasi di sekitar
Kabupaten Lany Jaya, yaitu Kelompok Enden Wanimbo dan Barnabas
Telenggen. Ketiga kelompok ini saling terputus satu sama lain.
Sebelum menjadi pemimpin
kelompok faksi militer OPM di Lany Jaya, Puron Wenda merupakan salah
satu anak buah Goliath Tabuni, tokoh yang memimpin kelompok besar faksi
militer OPM di Tingginambut. Ketika pengaruh Goliath Tabuni berkurang
seiring dengan melemahnya faksi militer OPM dibanding dengan faksi
politik OPM yang kian menunjukan eksistensinya, Puron Wenda pun
melepaskan diri dari kelompok Goliath Tabuni dan membentuk kelompok
sendiri di Puncak Jaya. Sehingga di Puncak Jaya ketika itu terdapat tiga
kelompok faksi militer OPM yaitu, Faksi Goliath Tabuni, Faksi
Tengahmati Enumbe dan Faksi Puron Wenda yang merupakan Faksi militer OPM
yang baru. Akhirnya kelompok Puron Wenda keluar dari Kabupaten Puncak
Jaya dan banyak beroperasi di Kabupaten Lany Jaya. Puron Wenda sendiri
merupakan orang “lama” tapi kelompok Puron Wenda merupakan kelompok yang
baru, jika dibandingkan kelompok induknya, Goliath Tabuni. Oleh karena
itu, kelompok Puron Wenda perlu menunjukan eksistensinya sebagai salah
satu kelompok dari sekian banyak kelompok faksi militer OPM lainnya.
Oleh karena itu, ciri khas dari kelompok ini adalah mereka seringkali
membuat pernyataaan kepada media setelah melakukan aksi untuk menunjukan
eksistensinya. Berikut rangkumannya :
- Tabloidjubi.com memberitakan peyerangan dan pembakanan yang terjadi di kantor Polsek Prime, Lany Jaya tanggal 27 Juli 2012 adalah aksi dari Kelompok Puron Wenda. Tabloidjubi.com menerima telephone langsung dari Puron Wenda yang menceritakan secara detail bagaimana aksi penyerangan dan pembakaran tersebut dilaksanakan. Dalam aksi pengakuan Puron Wenda tersebut, ia juga mengklaim bahwa kelompok pimpinannya lah yang melakukan penyerangan terhadap rombongan Kapolda Papua tanggal 29 Juli 2012.
- Suluh Papua memberitakan bahwa sekitar tanggal 1 Juni 2014 lalu, Puron Wenda menghubungi Redaksi Suluh Papua via Handphone dan mengaku sebagai pelaku penembakan dan perampasan senjata yang menewaskan 1 anggota Polri dan melukai 1 orang lainnya di Tiom, Lanny Jaya, Papua. Ia mengatakan bahwa ketika itu, ada dua polisi yang melintas di ujung Bandara Lanny Jaya dengan mengendarai sepeda motor sekitar jam 1 siang waktu setempat. Melihat ada polisi yang melintas, anak buahnya berjumlah lima orang langsung menembak dari arah hutan dan mengenai kepala dan tangan. Setelah menembak kedua polisi tersebut, mereka langsung merampas senjata dan lari ke arah hutan.“Tujuan kami untuk merampas senjata karena bulan kemarin TNI tembak anak buah saya,” kata Puron Wenda.
- Sekitar tanggal 27 Juni 2014, pihak kepolisian di Papua menggagalkan penyelundupan senjata di perbatasan Indoneisa-Papua New Guinea (PNG). Polisi menyita dua pucuk senjata api jenis engkle loop buatan Belgia dan Kanada dan 1.240 butir amunisi yang terdiri atas berbagai kaliber. Senjata-senjata selundupan ini ditujukan untuk memperkuat faksi militer OPM faksi Puron Wenda.
Tahun 2014, bisa jadi
merupakan tahun dimana perjuangan Papua berada di persimpangan jalan.
Ketika faksi Politik OPM mendapatkan kemajuan yang dianggap signifikan
lewat perjuangan HAM Papua di MSG (Melanesia Sphered Group), faksi
militer OPM malah melakukan aksi yang dapat dianggap melanggar HAM.
Hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) perwakilan Papua
mengirimkan tim untuk menyelidiki pelanggaran HAM di Lany Jaya terkait
penembakan polisi tersebut. Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits
Ramandey mengatakan pihaknya meminta kepada kepala daerah dan masyarakat
setempat agar membantu aparat kemanan baik TNI maupun Polri di
daerahnya dengan menolak kelompok bersenjata yang selalu melakukan
penembakan.
Perdamaian di Papua
kembali diguncang, darah kembali tertumpah, peluru kembali ditembakan.
Dan semua itu alasan yang menyedihkan, sebuah eksistensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar