Kamis, 23 Oktober 2014

Puron Wenda, Eksistensi Sang Penumpah Darah di Tanah Papua


OPINI | 01 August 2014 | 16:50 Dibaca: 200   Komentar: 28   18
14068865561266466590
Stop Kekerasan di Papua. Sumber : http://www.yapthiamhien.org/
Dalam keadaan masygul saya menulis artikel ini. Kalau dalam artikel sebelumnya saya menulis tentang ketakutan saya bahwa pergerakan politik WPNCL (West Papua National Coalition For Liberation) yang dipimpin oleh Andy Ayemiseba di Vanuatu akan menjadi faktor pemicu faksi-faksi lain OPM akan bergerak untuk menunjukan eksistensinya, ternyata hal tersebut benar-benar terjadi. Dalam artikel tersebut saya menuliskan ketakutan saya bahwa faksi militer OPM yang akan bergerak, karena pemimpin-pemimpin faksi militer OPM banyak yang tidak sejalan dengan petinggi tiga organisasi politik faksi OPM yang diundang oleh Pemerintah Vanuatu, baik WPNCL, NRFPB (Negara Republik Federal Papua Barat) ataupun KNPB (Komite Nasional Papua Barat). Selain itu, langkah Pemerintahan Vanuatu sama sekali tidak mengundang satu pun faksi militer OPM yang jumlahnya tidak sedikit. Kembalinya terjadi penembakan di Papua oleh “Kelompok Sipil Bersenjata” bisa jadi adalah ajang penunjukan eksistensi dari faksi militer atau bahkan bisa jadi sebagai wujud kekecewaan karena tidak “dianggap” dalam acara rekonsiliasi di Vanuatu, Agustus mendatang.
Dan benar sudah, kelompok faksi militer yang pertama kali merespon terhadap eksistensi WPNCL di Vanuatu adalah kelompok faksi militer yang dipimpin Puron Wenda di Lani Jaya. Menurut Bupati Lanny Jaya, Befa Jigibalom, kelompok yang diperkirakan beranggotakan 100 orang ini telah menguasai 2 kampung yakni Kampung Pirime Balinga dan Kampung Kwiyawagi. Kelompok pimpinan Puron Okiman Wenda atau lebih dikenal sebagai Puron Wenda adalah kelompok yang faksi militer OPM yang bermarkas di Pilia, Lany Jaya, oleh sebab itu kelompok ini dikenal sebagai kelompik Pilia. Di Lany Jaya sendiri tidak hanya dikuasai oleh Kelompok Puron Wenda, ada beberapa kelompok faksi militer lain yang juga beroperasi di sekitar Kabupaten Lany Jaya, yaitu Kelompok Enden Wanimbo dan Barnabas Telenggen. Ketiga kelompok ini saling terputus satu sama lain.
Sebelum menjadi pemimpin kelompok faksi militer OPM di Lany Jaya, Puron Wenda merupakan salah satu anak buah Goliath Tabuni, tokoh yang memimpin kelompok besar faksi militer OPM di Tingginambut. Ketika pengaruh Goliath Tabuni berkurang seiring dengan melemahnya faksi militer OPM dibanding dengan faksi politik OPM yang kian menunjukan eksistensinya, Puron Wenda pun melepaskan diri dari kelompok Goliath Tabuni dan membentuk kelompok sendiri di Puncak Jaya. Sehingga di Puncak Jaya ketika itu terdapat tiga kelompok faksi militer OPM yaitu, Faksi Goliath Tabuni, Faksi Tengahmati Enumbe dan Faksi Puron Wenda yang merupakan Faksi militer OPM yang baru. Akhirnya kelompok Puron Wenda keluar dari Kabupaten Puncak Jaya dan banyak beroperasi di Kabupaten Lany Jaya. Puron Wenda sendiri merupakan orang “lama” tapi kelompok Puron Wenda merupakan kelompok yang baru, jika dibandingkan kelompok induknya, Goliath Tabuni. Oleh karena itu, kelompok Puron Wenda perlu menunjukan eksistensinya sebagai salah satu kelompok dari sekian banyak kelompok faksi militer OPM lainnya. Oleh karena itu, ciri khas dari kelompok ini adalah mereka seringkali membuat pernyataaan kepada media setelah melakukan aksi untuk menunjukan eksistensinya. Berikut rangkumannya :
  • Tabloidjubi.com memberitakan peyerangan dan pembakanan yang terjadi di kantor Polsek Prime, Lany Jaya tanggal 27 Juli 2012 adalah aksi dari Kelompok Puron Wenda. Tabloidjubi.com menerima telephone langsung dari Puron Wenda yang menceritakan secara detail bagaimana aksi penyerangan dan pembakaran tersebut dilaksanakan. Dalam aksi pengakuan Puron Wenda tersebut, ia juga mengklaim bahwa kelompok pimpinannya lah yang melakukan penyerangan terhadap rombongan Kapolda Papua tanggal 29 Juli 2012.
  • Suluh Papua memberitakan bahwa sekitar tanggal 1 Juni 2014 lalu, Puron Wenda menghubungi Redaksi Suluh Papua via Handphone dan mengaku sebagai pelaku penembakan dan perampasan senjata yang menewaskan 1 anggota Polri dan melukai 1 orang lainnya di Tiom, Lanny Jaya, Papua. Ia mengatakan bahwa ketika itu, ada dua polisi yang melintas di ujung Bandara Lanny Jaya dengan mengendarai sepeda motor sekitar jam 1 siang waktu setempat. Melihat ada polisi yang melintas, anak buahnya berjumlah lima orang langsung menembak dari arah hutan dan mengenai kepala dan tangan. Setelah menembak kedua polisi tersebut, mereka langsung merampas senjata dan lari ke arah hutan.“Tujuan kami untuk merampas senjata karena bulan kemarin TNI tembak anak buah saya,” kata Puron Wenda.
  • Sekitar tanggal 27 Juni 2014, pihak kepolisian di Papua menggagalkan penyelundupan senjata di perbatasan Indoneisa-Papua New Guinea (PNG). Polisi menyita dua pucuk senjata api jenis engkle loop buatan Belgia dan Kanada dan 1.240 butir amunisi yang terdiri atas berbagai kaliber. Senjata-senjata selundupan ini ditujukan untuk memperkuat faksi militer OPM faksi Puron Wenda.
Tahun 2014, bisa jadi merupakan tahun dimana perjuangan Papua berada di persimpangan jalan. Ketika faksi Politik OPM mendapatkan kemajuan yang dianggap signifikan lewat perjuangan HAM Papua di MSG (Melanesia Sphered Group), faksi militer OPM malah melakukan aksi yang dapat dianggap melanggar HAM. Hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) perwakilan Papua mengirimkan tim untuk menyelidiki pelanggaran HAM di Lany Jaya terkait penembakan polisi tersebut. Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey mengatakan pihaknya meminta kepada kepala daerah dan masyarakat setempat agar membantu aparat kemanan baik TNI maupun Polri di daerahnya dengan menolak kelompok bersenjata yang selalu melakukan penembakan.
Perdamaian di Papua kembali diguncang, darah kembali tertumpah, peluru kembali ditembakan. Dan semua itu alasan yang menyedihkan, sebuah eksistensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar