Selasa, 25 November 2014

Soal Penembakan 3 Aktivis KNPB di Dogiyai


Sabtu, 22 November 2014 03:01

KNPB Tuntut Polda Tanggung Jawab

Soal Penembakan 3 Aktivis KNPB di Dogiyai

Jubir Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP-KNPB) Bazoka Logo didampingi Ketua I BPP KNPB Agus Kosay, ketika memberikan keterangan pers terkait  kasus  penembakan di Dogiyai di Expo, Waena, Jumat (21/11).  JAYAPURA – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menuntut Polda Papua    bertanggungjawab atas aksi penembakan terhadap 3 aktivis KNPB, ketika berlangsung  ibadah syukur HUT ke-6 KNPB sekaligus mendukung pertemuan ILWP di Belanda di Moanemani, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua, Kamis (20/11) lalu.  
Tuntutan ini disampaikan Jubir BPP-KNPB Bazoka Logo didampingi Ketua I BPP KNPB Agus Kosay, ketika keterangan pers di Expo, Waena, Kota Jayapura, Jumat (21/11).  
Bazoka Logo mengatakan, ke-3 aktivis KNPB yang tertembak, masing-masing David Pigai kena tembak di betis kaki kiri, peluru masih bersarang di kaki, Arsel Pigai kena tembak di kaki kanan dan Okto Tebay kena tembak di kaki kanan, peluru masih bersarang di kaki.
Selain itu, kata Bazoka Logo, pihaknya juga minta agar Polda Papua segera membebaskan 25 aktivis KNPB yang ditangkap dan ditahan di Ruang Tahanan Polres Nabire. Masing-masing 13 aktivis KNPB ditangkap, ketika berlangsung ibadah syukur HUT ke-6 KNPB di Kali Bobo Deoan Kampus USWIM, Nabire, Rabu (19/11) pukul 08.30 WIT. Sedangkan di Dogiyai 12 aktivis KNPB ditangkap aparat.

Menurut Bazoka Logo, tindakan Polda Papua melakukan pembubaran paksa dan menembaki  aktivis KNPB merupakan tindakan kriminal, padahal kemerdekaan berserikat dan  mengeluarkan pendapat itu berdasarkan UUD 1945.
Lanjut Bazoka Logo, pihaknya bersedia membuktikan tindakan kriminal yang dilakukan Polda Papua terhadap aktivis KNPB di Pengadilan dimanapun.  
Sementara itu, Agus Kosay menuding Polda Papua telah melakukan pembohongan publik, karena menuding sejumlah aktivis KNPB membawa senjata tajam seperti bom molotov dan menyerang aparat ketika itu. Padahal kata mereka aparat menyerang aktivis KNPB menggunakan senjata.
“Kami hanya punya Megafon dan spanduk. Itu kekuatan kami. KNPB adalah organiasi sipil  yang berjuang tanpa kekerasan. Tra mungkin orang pergi ibadah bawa bom molotov dan menyerang aparat,” terang Agus Kosay.
Dikatakan Agus Kosay, pihaknya juga menyampaikan prihatin atas sikap aparat yang menutup akses bagi keluarganya untuk menjenguk aktivis KNPB yang ditahan di Polres Nabire. (mdc/don/lo1)

Wacana Otsus Dihapus, Kepala Daerah Ketakutan

Sabtu, 22 November 2014 03:07

Panus Jingga: Sebab Selama ini Mereka Tak Dapat Memanfaatkan Otsus 

JAYAPURA - Wacana akan dihapusnya Otsus Papua setelah berlangsung selama 13 tahun,  terus menuai banyak komentar. Kali ini, komentar kritis itu datang dari Dosen Fakultas Teknik UNCEN Panus Jingga. Ia tak yakin jika wacana meniadakan atau menghapus Otsus itu dapat diwujudkan. Meskipun demikian, wacana penghapusan Otsus itu telah membuat para kepala daerah di Papua jadi ketakutan.
Dikatakan menghapus Otsus tidak segampang yang diwacanakan, pasalnya status Otonomi Khusus (Otsus) yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Papua itu masa berlakunya 25 tahun. Dan itu didukung  dengan Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.   Dimana sampai saat ini implementasi Otsus itu sendiri sudah 13 tahun,. Artinya sisa waktu 11 tahun lagi masa Otsus.
Namun disayangkan 13 tahun Otsus ada tak pernah dirancang baik melalui Perdasi maupun Perdasus, terbukti sampai hari ini Perdasi Perdasus tidak ada, dapat diibaratkan, Undang- undang Otsus itu tanah dan batu dimana roh dari Otsus itu diwujudkan dalam lembaga representatif MRP. “Satu sisi kehadiran Undang-undang Otsus Papua itu ruang untuk merancang Perdasi dan Perdasus belum ada,” ujar Panus Jingga, Jumat (21/11/2014) di Kotaraja.

Tak adanya ruang untuk merancang Perdasi dan Perdasus dari Otsus Papua, menyebabkan segala hal masih diintervensi Pusat. Kalaupun kemudian muncul wacana di ruang publik  untuk meniadakan Otsus di Papua sebagaimana diungkapkan Gubernur Papua Lukas Enembe bahwa Pemerintah Pusat akan meniadakan Otsus, saya berpendapat tidak mungkin Pemerintah Pusat secara sepihak meniadakan Otsus di Papua mengingat implementasi Otsus sudah nampak di Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua.
Ketika Otsus akan ditiadakan, berarti Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden akan  mengeluarkan Perpu pengganti Undang-undang Otsus Papua. Panus Jingga melihat, wacana meniadakan Otsus di Papua telah membuat sejumlah orang ketakutan termasuk pimpinan daerah ini.  “Pimpinan daerah ini sekarang ketakutan karena mereka tidak memanfaatkan kebaikan dari Otsus itu sendiri, ujar Panus. “Saya melihat Kepala Daerah tidak siap ketika Otsus ditiadakan, artinya Kepala Dearah juga tak siap karena sejumlah sarana prasarana infrastruktur belum dibangun di Kabupaten/ Kota,”katanya.
Ketika Kepala Daerah yakin dengan Otsus dia sudah bisa membangun infrastruktur didaerahnya baik jalan, jembatan, infrastruktur Pendidikan, Kesehatan dan lainnya, maka dia  yakin dan siap ketika ada Wacana Otsus ditiadakan oleh Pemerintah Pusat. Namun yang terjadi sekarang, banyak Kepala daerah tak siap karena sejumlah infrastruktur belum dibangun. “Ketika infrastruktur siap. Cabut, silahkan saja,”ujar Master lulusan ITB Bandung ini. Kepala daerah menurut Panus tak perlu takut kalau memang mereka sudah membangun sesuai harapan Pemerintah Pusat, ya silahkan cabut, tak mungkin melawan konstitusi yang ada. Lebih lanjut Panus mengatakan, wacana  Otsus ditidakan perlu ditanggapi segera DPRP dan Gubernur dengan duduk bersama untuk evaluasi mengapa Otsus mau dicabut/ ditiadakan. Kalau dicabut apa solusi yang ditawarkan negara serta implikasinya seperti apa. Dia mengatakan, ketika Otsus ditiadakan dampaknya akan luar biasa. Sementara di Kabupaten/Kota tak ada dana tambahan selain Otsus, sehingga kalau Otsus dicabut maka kembali ke nol.
Gubernur juga pernah menyatakan, kalau Otsus ditiadakan, maka Papua perlu diberikan kewenangan mengelola Sumber Daya Alamnya. Menurut Panus kewenangan mengelola SDA di sebuah Provinsi, gubernur berada pada posisi mengelola sumber daya alam golongan C sementara SDA vital golongan minyak dan gas A dan B dikelola Pemerintah Pusat. Dalam Undang-undang Minerba hal itu diatur jelas, terangnya.
Lebih lanjut dijelaskan, Otsus Papua telah membuat Orang Papua royal, kebiasaan bertani telah ditinggalkan, lebih baik Otsus ditiadakan supaya Orang Papua bekerja tidak royal lagi. Ketika tidak ada solusi, sendirinya Dialog Jakarta Papua akan terjadi. (Ven/don/lo1)

Mahasiswa Papua Demo Tolak Kenaikan Harga BBM

Selasa, 25 November 2014 01:40

Mahasiswa Papua Demo Tolak Kenaikan Harga BBM

Ratusan mahasiswa melakukan aksi demo di gedung DPRP Papua untuk menyatakan aspirasinya terhadap penolakkan kenaikan harga BBMJayapura – Ratusan Mahasiswa yang berasal dari gabungan organisasi mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang ada di Kota Jayapura melakukan demo ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat  Papua (DPRP) menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sudah dinaikan oleh pemerintah pusat.
Dalam aksinya, ratusan mahasiswa yang tergabung dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perkumpulan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Papua secara serentak dengan tegas mengatakan, “Jokowi Pembunuh”.
Sementara sejumlah pamflet bertuliskan, bubarkan mafia Migas. Kami mahasiswa pemuda dan masyarakat Papua menolak kenaikan BBM. Pemerintah harus bertanggungjawab, Jokowi-JK berantas mafia Migas, Jokowi tidak memihak kepada rakyat kecil, Pemerintah harus transparan anggaran subsidi BBM. Dan sebagai simbol perlawanan, mahasiswa pria melakukan aksi buka baju di halaman Kantor DPR Papua.

Perwakilan Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Septi Modga dalam orasinya mengatakan, Jokowi jangan mengambil kebijakan sepihak. Namun harus melihat semua kondisi daerah di Papua. Karena kenaikan BBM hanya akan menyengsarakan masyarakat  Papua.
“Kebijakan ini akan membunuh rakyat Papua. DPR ganti DPR, Bupati ganti Bupati, Gubenur ganti Gubernur tapi kondisi di tanah Papua tetap seperti ini. Kami sudah capek terus meneriakkan kepentingan masyarakat, tapi suara kami selalu diabaikan. Kami mau masyarakat Papua merdeka secara sosial, secara manusia dan merdeka dari kesejahteraan, “ kata Septi dalam orasinyadi halaman kantor DPR Papua, Senin (24/11) kemarin.
Setalah kurang lebih 30 menit berorasi hanya satu orang anggota DPR Papua, Bobby Jikwa  yang menemui massa, pasalnya  para anggota dewan lainnya sedang tak berada di tempat. Mereka kini sedang di Jakarta untuk bertemu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna mengkosultasikan hasil pembahasan Tata Tertib (Tatib) dewan.
Perwakilan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Jayapura, Fransiskus Takimai menyatakan, pihaknya kecewa dengan kondisi itu. Harusnya pimpinan susah senang bersama rakyat. Bukan seperti ini.
“Kami ke sini untuk protes kebijakan yang tidak menguntungkan kami masyarakat kecil. Negara ini berdiri karena ada rakyat. Jadi negara ada untuk kepentingan rakyat. Kami disini demi kepentingan masyarakat Papua. Jadi tujuan kami ke sini bukan materi dan finansial,  tapi kami ke sini untuk menyampikan aspirasi, “ujar Fransiskus.
Sehingga kata dia, kalau memang anggota dewan tidak ditempat, kami hanya ingin anggota DPRP yang ada ini bisa besama-sama kami jalan ke kantor Gubenur Papua untuk melanjutkan aspirasi kami disana.
Sementara itu, Anggota DPR Papua dari Partai Demokrat, Bobi Jikwa yang memenui pendemo mengatakan, akan tampung semua aspirasi mahasiswa. Dan sebagai anggota parlemen, ini sudah menjadi tugas mereka menerima semua aspirasi dari masyarakat dan mahasiswa.
“Teman-teman dan pimpinan sementara DPR Papua kini ke Jakarta membawa hasil pembahasan Tatib. Makanya saya berdiri di sini hanya seorang diri. Semua aspirasi yang masuk ke kami akan kami tindak lanjuti sesuai prosedur yang ada,” kata Bobi Jikawa dihadapan pendemo.
Karena hanya ditemuai satu anggota DPR Papua, akhirnya massa menolak untuk membacakan dan menyerahkan pernyataan sikap mereka. Sehingga dengan rasa kecewa massa pun lalu membubarkan diri. (ds/don)

Jumat, 21 November 2014

Sakit Hati, Anak Bunuh Ibunya Secara Sadis

Selasa, 02 April 2013 02:11

Sakit Hati, Anak Bunuh Ibunya Secara Sadis

Gara-gara Hubungan Asmara dengan Adik Tirinya Tak Direstui

Tersangka saat diperiksa Penyidik Polsekta Abepura. Sebelah tersangka adalah Kapolsek  Abepura Kota, Kompol Decky Hursepunny  sedang memegang barang bukti Parang Panjang yang digunakan tersangka menghabisi korban.Jayapura - Sungguh tragis,  seorang pemuda berinisial AB (24), warga Lembah Furia Kotaraja Dalam, Kelurahan Wahno, Distrik Abepura, tegah menghabisi ibu kandungnya  sendiri bernama Frederika Bonay (39) secara sadis.  Korban ditemukan tewas mengenaskan di belakang Asrama Mahasiswa STIE Ottow Geisler Kotaraja Dalam,  tepatnya di bawah pohon besar disamping mata air Kali Sumbergoni, pada Kamis (28/3) sekitar 06.30 WIT. Lantas bagaimana penuturan dan pengakuan, AB) setelah ditangkap oleh Anggota Reskrim Polsek Kota Abepura?
AB (24), pria kelahiran Serui ini seakan tidak merasa menyesal sedikitpun setelah membunuh Ibu kandungnya sendiri bernama Frederika Bonay (39) secara sadis dan keji.  Dikatakan sadis  dan keji, karena korbannya yang adalah ibu yang melahirkannya mengalami luka sabetan parang panjang pada bagian kepala depan hingga keluar otak, luka bacok pada leher bagian belakang yang nyaris putus, luka bacok pada tangan kanan dan tangan kiri juga nyaris putus, serta luka sabetan pada punggung bagian belakang sebanyak 2 kali. Peristiwa ini terjadi Rabu (27/3) malam pekan lalu, sekitar pukul 21.00 WIT, bertempat dipinggir Kali Sumbergoni, Lembah Furia Kotaraja Dalam, atau tepatnya di belakang Asrama Mahasiswa Kampus STIE Ottow Geisler, Kelurahan Wahno, Distrik Abepura.

Tidak hanya membunuh korban, pelaku AB (24) juga sengaja melepaskan pakaian yang dikenakan ibu kandungnya itu baik baju dan celana hingga dalam keadaan telanjang bulat (bugil, red). Hal itu dilakukan  guna mengelabui warga usai melakukan perbuatan kejinya tersebut, dengan dalih, kalau korban atau ibu kandungnya itu sebelum dibunuh terlebih dahulu diperkosa oleh orang lain. Sayang seribu sayang, perbuatan biadab itu akhirnya terungkap juga, ketika diperiksa sebagai saksi oleh Penyidik Reskrim Polsek Abepura Kota bersama saudara tirinya bernama PR (22) yang merupakan saudara berlainan bapak, tapi satu ibu kandung, yakni korban Alm. Frederika Bonay (39) tersebut.
Begitu ketahuan, AB (24) yang melakukan sendiri eksekusi pembunuhan itu, di hadapan penyidik Reskrim langsung mengakuinya bahwa dialah yang membunuh korban yang merupakan Ibu Kandungnya dengan menggunakan sebilah parang panjang 70 CM dan batu yang telah ia persiapkan terlebih dahulu sebelum melakukan perbuatannya tersebut.
“Memang betul, saya yang telah membunuh mama. Dan, saya bunuh dia (mama, red) karena saya sakit hati dilarang berhubungan asmara serta tidak mengijinkan saya membawa PR (adik tiri pelaku, red) ke Serui untuk tinggal satu rumah,” kata AB yang mengakui semua perbuatannya itu ketika menjawab pertanyaan Bintang Papua.
AB menjelaskan, awalnya berhubungan asmara dengan adik tirinya, yaitu Paska demikian panggilannya yang bahkan sudah memberikan dua anak, namun belum menikah secara resmi lantaran masih ada hubungan darah. Akan tetapi, berhubungan selang dua hari sebelum kejadian itu hari Jumat (29/3) yang merupakan Hari Kematian Isa Almasih (Hari Paskah atau Hari Kematian Tuhan Yesus Kristus, red) keinginan hatinya untuk mengajak adik tirinya, untuk pulang liburan ke Serui,  namun korban yang merupakan ibu kandungnya tidak menyetujui hal itu. “Sehingga saat itu juga, saya langsung mendatangi mama guna meminta ijin agar Paska bisa ikut saya untuk merayakan hari Paskah di Serui sana, namun mama tidak menyetujuinya kemudian saya kembali menanyakan keinginan saya untuk mengajak ke Serui kepada Paska, yakni ‘Ko pilih satu diantara dua pertanyaan sa ini, ko mau ikut sa ke Serui atau kitong pu mama ini yang jadi korban’, akan tetapi Paska hanya menjawab tidak mau karena takut dimarah sama mama karena dilarang untuk ikut saya ke Serui,” jelas Abi demikian pelaku sering disapa.
Begitu mendengar hal itu, AB mulai mencari akal guna melakukan aksinya dengan memberikan alasan kepada korban bahwa ada SMS (pesan singkat, red) dari seseorang yang menunggu korban di samping kali.  “Jadi, tepat pukul 21.00 WIT, saya bersama mama naik menyusuri kali, sementara sebilah parang panjang yang panjangnya 70 cm itu terlebih dahulu sudah ditaruh disamping kali sebagai alat mengahabisi nyawa dia (mama, red),” jelasnya lagi.
Ketika sampai di pinggir kali, AB mengambil parang lalu pura – pura menyuruh korban untuk tunduk dan melihat ke arah depan atau ke seberang kali karena orang yang SMS itu ada tunggu di seberang kali, sehingga saat itu juga pelaku langsung mengayunkan parang ke arah leher bagian belakang korban.
Sontak kemudian, korban berbalik sambil mengatakan, ‘Ah Abi, kenapa ko tega potong mama kah, padahal selama ini mama sudah mengerti ko dengan adik Paska baru. Akan tetapi AB pun langsung menjawab untuk membantah perkataannya bahwa itu hanya tipuan belaka sambil mengayunkan kembali parang itu ke arah kepala bagian depan atau dahi dari korban.
Pelaku AB (24) yang belum puas, kembali ingin membacok kepala korban, namun korban menangkisnya sehingga korban mengalami luka sabetan, mengakibatkan tangan kanan korban nyaris putus dan kemudian pelaku yang sudah digelapkan matanya itu kembali untuk kesekian kalinya membacok lagi tangan kiri korban, selanjutnya mengambil batu besar yang berada di pinggir kali untuk menghantam kepala korban bagian depan sebanyak 2 kali hingga isi dari kepala bagian depan korban atau otak kepala keluar terurai.
Tidak hanya itu, AB (24) juga mengaku bahwa, ia sempat melepas baju dan celana korban untuk menghilang jejak atas perbuatan yang dilakukan. “Waktu saya lempar dengan batu, sudah tidak bernyawa kemudian saya tarik dibawah pohon lalu saya lepas pakaian agar disangka bahwa mama diperkosa lalu dibunuh,” tukasnya.
Lanjut AB (24) bahwa, peristiwa itupun keluarga tidak curiga, karena usai mengeksekusi korban sudah dalam keadaan pakaian rapi dan duduk santai di rumah. “Begitu saya tiba di rumah, Bapak tiri saya menanyakan Mama, lalu saya jawab ada tinggal dengan adek Matias. Saya pulang, karena saya terjatuh di kali,” ucapnya.
Bahkan, menurut dia, pembunuhan yang ia lakukan itu karena sakit hati karena tidak diijinkan berhubungan dengan saudaranya sendiri. “Saya merasa puas karena tidak ada lagi yang menghalangi saya untuk berhubungan dengan saudara saya Paskalina,” imbuhnya.
Sementara itu, Kapolsek Abepura Kota, Kompol Decky Hursepunny ketika dikonfirmasi Bintang Papua mengungkapkan, kasus pembunuhan sadis ini terjadi Rabu (27/3) malam sekitar pukul 21.00 WIT. Mayat korban baru ditemukan warga di bawah pohon besar di pinggir Kali Sumbergoni, Kamis (28/3) pagi sekitar pukul 06.30 WIT, dengan kondisi luka serius di bagian leher belakang, tangan kanan dan kiri, serta kepala depan, akibat dibacok berkali – kali dengan parang dan hantaman batu besar sebanyak dua kali oleh pelaku.
Dalam waktu kurang dari delapan jam setelah penemuan mayat tersebut, pihaknya berhasil mengungkap pelaku pembunuhan itu yang ternyata adalah anak kandung korban sendiri. “Awalnya, pelaku kita amankan dari lokasi kejadian bersama anggota keluarganya yang lain untuk dijadikan saksi dalam kasus ini. Namun setelah kita melakukan pemeriksaan terhadap AB (24), pelaku dalam kasus pembunuhan itu mengarah langsung kepada dirinya,” ujar Kapolsek.
Dari pengakuan itu, akhirnya pelaku ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolsek Abepura Kota untuk diproses hukum sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. “Pelaku kita jerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” pungkasnya. (mir/don/l03)

Ini Hasil Mubes Miras dan HIV/AIDS Wilayah Adat Mee-Pago

Penulis : Yermias Degei | Jum'at, 21 November 2014 22:06 Dibaca : 172   Komentar : 1

Nabire, MAJALAH  SELANGKAH --
Masyarakat Wilayah Adat Meepago yang tersebar di  Kabupaten, Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, dan Mimika menggelar Musyawarah  Besar (Mubes) "Pemberantasan Minuman Keras (Miras), Narkoba serta  Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Adat Meepago" selama empat hari, 17-20 November 2014, di Gereja Katolik Kristus Raja, Siriwini, Nabire, Provinsi Papua.

Mubes yang dihadiri ribuan orang ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe. Pada pembukaan Mubes,  enam Bupati Wilayah Adat Meepago menandatangani sebuah kesepakatan bersama untuk pemberantasan minuman keras dan penanggulangan HIV/AIDS di hadapan gubernur dan ribuan orang.

Usai dibuka pada Senin (17/11/14), Gubernur Papua menyampaikan materinya secara singkat.  Selanjutnya, sejumlah tokoh memaparkan materi  dari berbagai perspektif tentang  "Pemberantasan Minuman Keras (Miras), Narkoba serta  Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Adat Meepago" selama 2 hari, 18 dan 19 November 2014.

Mareka  antara lain Ketua Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Papua, drh. Costan Karma;  Ketua Sinode Kingmi  Papua, Pdt. Dr. Benny Giay;  Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Jhon Philip Saklil; Kepala-kepala Dinas Kesehatan dari 6 Kabupaten;  dokter senior,  dr. Gunawan Inkokusumo; Kepala Dinas Kesehatan Merauke; dan sejumlah peneliti, intelektual dan dan aktivis LSM.

Setelah semua materi selesai disampaikan,  pada 20 November 2014, peserta Mubes dibagi dalam komisi-komisi  untuk membahas dan merumuskan rekomendasi-rekomendasi  "Pemberantasan Minuman Keras (Miras), Narkoba serta  Penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Adat Meepago".  Hasil pleno  dibahas dan ditetapkan dalam sidang yang dipimpin oleh 11 orang di bawah pimpinan Pastor Nato Gobay, Pr.

Setelah seluruh rekomendasi diterima oleh peserta dan ditetapkan, dokumen rekomendasi diserahkan kepada tim perumus untuk merumuskan hasil Mubes. Dalam waktu sekitar 2 jam, tim perumus yang terdiri dari  Pastor Nato Gobai. Pr;  Pdt Dr Yance Nawipa.M.Th; Yones Douw; Andreas Goo; John Giyai; Oktovianus Pogau; Agus Zonggonau, S.P, M.Si; dan Frans Tekege merumuskan hasilnya.

Pada pukul 19:00 WIT, hasil Mubes yang  telah dirumuskan oleh tim perumus
dideklarasikan. Deklarasi hasil Mubes dibacakan oleh Yones Douw dan disambut dengan tepuk meriah.

Mubes ditutup resmi oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Kesbangpolmas, Ayub Kayame.

Berikut Deklarasi Hasil Mubes:


DEKLARASI HASIL MUBES PEMBERANTASAN MIRAS, NARKOBA DAN
PENCEGAHAN HIV/AIDS DALAM ENAM KABUPATEN DI WILAYAH ADAT MEE-PAGO

NABIRE, 17-20 NOVEMBER 2014


SATU: Bahwa untuk menjamin hak-hak asasi manusia di Wilayah Adat Mee Pago;

DUA: Bahwa untuk melestarikan kehidupan keturunan umat manusia di Tanah Papua;

TIGA:
Bahwa untuk menghargai dan mengakui harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan;

EMPAT:
Bahwa untuk melindungi, berpihak dan memberdayakan Orang Asli Papua sebagai insan ciptaan Tuhan;


Maka, Musyawarah Besar dalam rangkah Pencegahaan HIV/AIDS dan Pemberatansan Minuman Keras,

MEMUTUSKAN DAN MENETAPKAN BAHWA:


SATU: Berdasarkan pelaksanaan UU OTSUS, Perdasi/Perdasus, dan Perda 6 Kabupaten, maka MUBES Mee Pago telah membentuk TIM EKSEKUSI MIRAS untuk memberantas MIRAS di Wilayah Adat Mee Pago, sehingga MUBES meminta kepada Pemerintah Daerah 6 Kabupaten untuk mencabut Perda tentang Ijin Penjualan MIRAS, Praktek Prostitusi (Lokalisasi, penginapan gelap/kumpul kebo, rumah kost), Panti Pijat, Praktek Diskotik, Caf, BAR, Togel, Aibon, alkohol, dan Narkoba di Wilayah Adat Mee Pago dan segera mengeluarkan Perda Baru tentang Larangan Penjualan MIRAS, MIRAS, Praktek Prostitusi (Lokalisasi, penginapan gelap/kumpul kebo, rumah kost), Panti Pijak, Praktek Diskotik, Caf, BAR, Togel, Aibon, alkjohol, dan Narkoba di Wilayah Adat Mee Pago.

DUA: Kepada seluruh masyarakat adat wilayah Mee Pago segera melakukan pencegahaan dan penanggulangan terhadap HIV/AIDS serta meminta kepada Pemerinntah Daerah dan SKPD terkait untuk segera menurunkan tingkat frekwensi penderita HIV/AIDS, melakukan pelayanan secara serius kepada para penderita HIV/AIDS, dan membentuk TIM POJKA untuk Pencegahaan dan Pemberantasan HIV/AIDS di Wilayah Adat Mee Pago dalam kemitraan antara Pemerintah Daerah, KPA Daerah, LSM, dan Gereja.

TIGA: Hasil MUBES HIV/AIDS dan MIRAS ini melahirkan sebuah Lembaga LP2MAM yang bekerja di seluruh Wilayah Adat Mee Pago, dalam rangka menindaklanjuti Keputusan-keputusan MUBES sehingga kemitraan, koordinasi dan kerjasama antara pemerintah propinsi, pemerintah daerah 6 kabupaten dengan LP2MAM untuk mengawal, mengawasi, memproteksi, melindungi, memihak, dan memberdayakan masyarakat dengan membebankan biaya kepada APBD Propinsi dan APBD 6 Kabupaten di Wilayah Adat Mee Pago.

EMPAT: Pelaksanaan Amanat MUBES HIV/AIDS dan MIRAS ini dilaksanakan paling lambat 6 bulan sejak terhitung Hari Kamis, Tanggal 20, Bulan November Tahun 2014 di Nabire. Jika amanat MUBES HIV/AIDS dan MIRAS ini tidak segera dilaksanakan sampai batas waktu 6 bulan, maka seluruh Masyarakat Adat Wilayah Mee Pago akan melakukan aksi massa Damai dan eksekusi Hasil MUBES dengan meminta pertanggungjawaban resmi dari Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah 6 Kabupaten di Wilayah Adat Mee Pago.

Keputusan ini ditetapkan di Nabire, 20 November 2014

Tertanda Tim Perumus:

Pastor Nato Gobai. Pr;
Pdt Dr Yance Nawipa.M.Th;
Yones Douw;
Andreas Goo;
John Giyai;
Oktovianus Pogau;
Agus Zonggonau, S.P, M.Si; dan
Fransiskus Tekege.

UP2KP Hadir untuk Rakyat, Menuju Papua Sehat 2018

Penulis : Abeth Abraham You | Minggu, 13 Oktober 2013 10:43 Dibaca : 891   Komentar : 0
Direktur Eksekutif UP2KP, drg. Aloysius Giyai, M.Kes, sekaligus saat ini menjabat sebagai direktur RS Abepura Jayapura. Foto: MS
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Untuk menuju Papua sehat 2018, salah satu program yang digagas oleh gubernur dan wakil gubernur provinsi Papua, Lukas Enembe dan Klemen Tinal menuju Papua yang mandiri yaitu dengan membentuk Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP).
Adalah mencoba menjawab akan kondisi buruknya derajat kesehatan di Provinsi Papua yang diikuti dengan minimnya status kesehatan ibu dan anak serta status gizi masyarakat yang rendah, naiknya angka penyakit menular seperti malaria, TBC, IMS dan HIV/AIDS, keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan sejumlah persoalan yang lainnya.
"UP2KP adalah sebuah unit kerja yang hadir di Provinsi Papua guna mempercepat implementasi vis-misi Gubernur Papua dalam menjadikan masyarakat Papua untuk bangkit, mandiri dan sejahtera dalam bidang kesehatan menuju Papua sehat tahun 2018," kata Direktur Eksekutif UP2KP, drg. Aloysius Giyai, M.Kes usai pelantikan pengurus dan peresmian kantor UP2KP di Jalan Baru Kali Acai, Kotaraja, Abepura, Sabtu (12/10/2013).
Aloysius menjelaskan, perhatian utama dari UP2KP merupakan sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan, sebab nantinya akan melakukan pendistribusian tenaga kesehatan di seluruh wilayah Provinsi Papua.
"Unit ini siap menjalin hubungan koordinasi dengan berbagai lembaga di lingkup pemprov Papua maupun menjalin kemitraan strategis dengan sejumlah pihak terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan tugas-tugas unit ini demi merekrut tenaga kerja," ungkapnya.
Kata Giyai, latar belakang dari pembentukan UP2KP adalah keprihatinan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH dan Klemen Tinal, SE, MM atas buruknya derajat kesehatan di tanah Papua.
"Percepatan pembangunan kesehatan Papua dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Maka, kita akan menyiapkan sedikitnya 1.000 dokter umum, 1.000 perawat atau bidan dengan keahlian khusus, 750 Apoteker dan 500 orang dokter spesialis yang berasal dari Papua terutama orang asli Papua dan membangun sistem informasi kesehatan integral melalui bank data kesehatan di tiap kabupaten. Kami juga akan melibatkan para tokoh agama dan tokoh adat, sebab ada penyakit yang tak bisa disembuhkan dengan cara medis, tapi dengan cara adat dan agama," katanya menjelaskan.
Disinggung soal besarnya biaya pada tahun 2013 untuk menangani langkah awal, Aloysius Giyai yang juga Direktur RSUD Abepura ini mengatakan, dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua sebesar satu milyar.
Sementara itu, dalam sambutan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, S.IP, MH menegaskan implementasi dari dana Otonomi Khusus (Otsus) di bidang kesehatan selama sepuluh (10) tahun berjalan mengalami kemunduran yang sangat drastis. Oleh karena itu, lanjut Enembe, dalam kepemimpinnya mencoba untuk merubah kebisuan yang tertinggal jauh ini menuju mandiri dan sejahtera.
"Sepuluh tahun dana Otsus telah gagal di bidang kesehatan, karenanya hampir tiap saat korban berjatuhan di atas tanah Papua yang kaya raya ini," tegas Lukas Enembe.
"Jangan kita tunggu sampai tunda-tunda, tetapi harus ada upaya yang bisa kita laksanakan agar masyarakat Papua sehat dan sejahtera. Sakit tak bisa tunggu, maka hal ini yang kita mau untuk merubah selama kepemimpinan kami," tuturnya.
"Masyarakatku terus meninggal entah karena malaria, kurangnya gizi, tak memiliki hunian yang standar, kekerasan dalam rumah tangga, kriminal baku tikam apalagi para pemuda dibunuh terus oleh militer. Jangan lagi terulang kembali," pungkas Enembe dengan nada tinggi. (MS)
JAYAPURA (Arrahmah.com) – Rose Marry dari Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak (LSPPA) mengungkapkan bahwa minuman beralkohol atau minuman keras menjadi penyebab utama dalam kekerasan terhadap perempuan dan anak di dalam rumah tangga (KDRT).
”Miras masih menjadi penyebab utama dalam kekerasan perempuan. Yang kedua adalah budaya yang keras. Jika sudah membayar mahal, perempuan dapat dimiliki seutuhnya dan diperlakukan seenaknya,” ujarnyanya di kantor Ruang Rapat Sekda Kota Jayapura, rilis jpnn.com, Rabu (29/1/2014).
Dia mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan kini diduga hanya sebagian kecil. Rose menuturkan, masih banyak kasus yang tidak dilaporkan sehingga tidak mencuat ke permukaan.
”Angka itu baru sebagian kecil dari yang terjadi selama ini. Faktor miras sangat besar, sedangkan faktor perselingkuhan belum terlihat jelas,” ungkapnya sebagaimana , Kamis (30/1/2014).
Wakil Ketua Bidang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dr Margareta Hanita menerangkan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua sangat tinggi. Yakni, mencapai 1.360 kasus per 10 ribu perempuan. Kondisi tersebut, lanjut dia, mempengaruhi siklus hidup perempuan yang akhirnya berdampak pada kualitas hidup anak dan keluarga. Allahu musta’an.
Syari’at yang Allah Ta’ala turunkan bukan hanya sekedar aturan yang dibebankan kepada seluruh umat manusia di bumi. Allah sebagai Dzat yang menurunkan  syari’at pasti lebih tahu mana yang mengandung manfaat maupun madharat bagi kehidupan manusia. Dibalik seluruh perintah dan larangan-Nya, pastilah akan ada hikmah yang terkandung didalamnya.
Fenomena yang terjadi di Papua tersebut, sebagai satu bukti bahwa Allah tidak asal-asalan menentukan syari’at. Tentang minuman khamr yang telah Dia tetapkan sebagai barang haram, menjadi penyebab utama timbulnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan terhadap anak. Allah berfirman yang artinya:
“Wahai Muhammad orang-orang bertanya kepadamu tentang khamar dan berjudi. Katakanlah bahwa minuman khamar dan berjudi adalah dosa besar, namun ada juga manfaatnya bagi manusia.  Sekalipun demikian dosanya jauh lebih besar daripada manfaatnya.” [Al-Baqarah:219]
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/01/31/minuman-beralkohol-masih-menjadi-penyebab-utama-kdrt-di-papua.html#sthash.O5vzdXfs.dpuf

Minuman beralkohol masih menjadi penyebab utama KDRT di Papua

Jum'at, 29 Rabiul Awwal 1435 H / 31 Januari 2014 08:05
Minuman beralkohol masih menjadi penyebab utama KDRT di Papua
Minuman beralkohol dijual bebas, sudah terbukti banyak berdampak pada perbuatan dosa-dosa berikutnya dan banyak mudharatnya
JAYAPURA (Arrahmah.com) – Rose Marry dari Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak (LSPPA) mengungkapkan bahwa minuman beralkohol atau minuman keras menjadi penyebab utama dalam kekerasan terhadap perempuan dan anak di dalam rumah tangga (KDRT).
”Miras masih menjadi penyebab utama dalam kekerasan perempuan. Yang kedua adalah budaya yang keras. Jika sudah membayar mahal, perempuan dapat dimiliki seutuhnya dan diperlakukan seenaknya,” ujarnyanya di kantor Ruang Rapat Sekda Kota Jayapura, rilis jpnn.com, Rabu (29/1/2014).
Dia mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan kini diduga hanya sebagian kecil. Rose menuturkan, masih banyak kasus yang tidak dilaporkan sehingga tidak mencuat ke permukaan.
”Angka itu baru sebagian kecil dari yang terjadi selama ini. Faktor miras sangat besar, sedangkan faktor perselingkuhan belum terlihat jelas,” ungkapnya sebagaimana , Kamis (30/1/2014).
Wakil Ketua Bidang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dr Margareta Hanita menerangkan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua sangat tinggi. Yakni, mencapai 1.360 kasus per 10 ribu perempuan. Kondisi tersebut, lanjut dia, mempengaruhi siklus hidup perempuan yang akhirnya berdampak pada kualitas hidup anak dan keluarga. Allahu musta’an.
Syari’at yang Allah Ta’ala turunkan bukan hanya sekedar aturan yang dibebankan kepada seluruh umat manusia di bumi. Allah sebagai Dzat yang menurunkan  syari’at pasti lebih tahu mana yang mengandung manfaat maupun madharat bagi kehidupan manusia. Dibalik seluruh perintah dan larangan-Nya, pastilah akan ada hikmah yang terkandung didalamnya.
Fenomena yang terjadi di Papua tersebut, sebagai satu bukti bahwa Allah tidak asal-asalan menentukan syari’at. Tentang minuman khamr yang telah Dia tetapkan sebagai barang haram, menjadi penyebab utama timbulnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan terhadap anak. Allah berfirman yang artinya:
“Wahai Muhammad orang-orang bertanya kepadamu tentang khamar dan berjudi. Katakanlah bahwa minuman khamar dan berjudi adalah dosa besar, namun ada juga manfaatnya bagi manusia.  Sekalipun demikian dosanya jauh lebih besar daripada manfaatnya.” [Al-Baqarah:219]
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/01/31/minuman-beralkohol-masih-menjadi-penyebab-utama-kdrt-di-papua.html#sthash.qhFqF6PO.dpuf
Minuman beralkohol masih menjadi penyebab utama KDRT di Papua - See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/01/31/minuman-beralkohol-masih-menjadi-penyebab-utama-kdrt-di-papua.html#sthash.qhFqF6PO.dpuf

Minuman beralkohol masih menjadi penyebab utama KDRT di Papua

Jum'at, 29 Rabiul Awwal 1435 H / 31 Januari 2014 08:05
Minuman beralkohol masih menjadi penyebab utama KDRT di Papua
Minuman beralkohol dijual bebas, sudah terbukti banyak berdampak pada perbuatan dosa-dosa berikutnya dan banyak mudharatnya
JAYAPURA (Arrahmah.com) – Rose Marry dari Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak (LSPPA) mengungkapkan bahwa minuman beralkohol atau minuman keras menjadi penyebab utama dalam kekerasan terhadap perempuan dan anak di dalam rumah tangga (KDRT).
”Miras masih menjadi penyebab utama dalam kekerasan perempuan. Yang kedua adalah budaya yang keras. Jika sudah membayar mahal, perempuan dapat dimiliki seutuhnya dan diperlakukan seenaknya,” ujarnyanya di kantor Ruang Rapat Sekda Kota Jayapura, rilis jpnn.com, Rabu (29/1/2014).
Dia mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan kini diduga hanya sebagian kecil. Rose menuturkan, masih banyak kasus yang tidak dilaporkan sehingga tidak mencuat ke permukaan.
”Angka itu baru sebagian kecil dari yang terjadi selama ini. Faktor miras sangat besar, sedangkan faktor perselingkuhan belum terlihat jelas,” ungkapnya sebagaimana , Kamis (30/1/2014).
Wakil Ketua Bidang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dr Margareta Hanita menerangkan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua sangat tinggi. Yakni, mencapai 1.360 kasus per 10 ribu perempuan. Kondisi tersebut, lanjut dia, mempengaruhi siklus hidup perempuan yang akhirnya berdampak pada kualitas hidup anak dan keluarga. Allahu musta’an.
Syari’at yang Allah Ta’ala turunkan bukan hanya sekedar aturan yang dibebankan kepada seluruh umat manusia di bumi. Allah sebagai Dzat yang menurunkan  syari’at pasti lebih tahu mana yang mengandung manfaat maupun madharat bagi kehidupan manusia. Dibalik seluruh perintah dan larangan-Nya, pastilah akan ada hikmah yang terkandung didalamnya.
Fenomena yang terjadi di Papua tersebut, sebagai satu bukti bahwa Allah tidak asal-asalan menentukan syari’at. Tentang minuman khamr yang telah Dia tetapkan sebagai barang haram, menjadi penyebab utama timbulnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan terhadap anak. Allah berfirman yang artinya:
“Wahai Muhammad orang-orang bertanya kepadamu tentang khamar dan berjudi. Katakanlah bahwa minuman khamar dan berjudi adalah dosa besar, namun ada juga manfaatnya bagi manusia.  Sekalipun demikian dosanya jauh lebih besar daripada manfaatnya.” [Al-Baqarah:219]
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/01/31/minuman-beralkohol-masih-menjadi-penyebab-utama-kdrt-di-papua.html#sthash.qhFqF6PO.dpuf

Minuman beralkohol masih menjadi penyebab utama KDRT di Papua

Jum'at, 29 Rabiul Awwal 1435 H / 31 Januari 2014 08:05
Minuman beralkohol masih menjadi penyebab utama KDRT di Papua
Minuman beralkohol dijual bebas, sudah terbukti banyak berdampak pada perbuatan dosa-dosa berikutnya dan banyak mudharatnya
JAYAPURA (Arrahmah.com) – Rose Marry dari Lembaga Studi dan Pengembangan Perempuan dan Anak (LSPPA) mengungkapkan bahwa minuman beralkohol atau minuman keras menjadi penyebab utama dalam kekerasan terhadap perempuan dan anak di dalam rumah tangga (KDRT).
”Miras masih menjadi penyebab utama dalam kekerasan perempuan. Yang kedua adalah budaya yang keras. Jika sudah membayar mahal, perempuan dapat dimiliki seutuhnya dan diperlakukan seenaknya,” ujarnyanya di kantor Ruang Rapat Sekda Kota Jayapura, rilis jpnn.com, Rabu (29/1/2014).
Dia mengatakan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan kini diduga hanya sebagian kecil. Rose menuturkan, masih banyak kasus yang tidak dilaporkan sehingga tidak mencuat ke permukaan.
”Angka itu baru sebagian kecil dari yang terjadi selama ini. Faktor miras sangat besar, sedangkan faktor perselingkuhan belum terlihat jelas,” ungkapnya sebagaimana , Kamis (30/1/2014).
Wakil Ketua Bidang Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dr Margareta Hanita menerangkan, kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua sangat tinggi. Yakni, mencapai 1.360 kasus per 10 ribu perempuan. Kondisi tersebut, lanjut dia, mempengaruhi siklus hidup perempuan yang akhirnya berdampak pada kualitas hidup anak dan keluarga. Allahu musta’an.
Syari’at yang Allah Ta’ala turunkan bukan hanya sekedar aturan yang dibebankan kepada seluruh umat manusia di bumi. Allah sebagai Dzat yang menurunkan  syari’at pasti lebih tahu mana yang mengandung manfaat maupun madharat bagi kehidupan manusia. Dibalik seluruh perintah dan larangan-Nya, pastilah akan ada hikmah yang terkandung didalamnya.
Fenomena yang terjadi di Papua tersebut, sebagai satu bukti bahwa Allah tidak asal-asalan menentukan syari’at. Tentang minuman khamr yang telah Dia tetapkan sebagai barang haram, menjadi penyebab utama timbulnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan terhadap anak. Allah berfirman yang artinya:
“Wahai Muhammad orang-orang bertanya kepadamu tentang khamar dan berjudi. Katakanlah bahwa minuman khamar dan berjudi adalah dosa besar, namun ada juga manfaatnya bagi manusia.  Sekalipun demikian dosanya jauh lebih besar daripada manfaatnya.” [Al-Baqarah:219]
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/01/31/minuman-beralkohol-masih-menjadi-penyebab-utama-kdrt-di-papua.html#sthash.qhFqF6PO.dpuf

Siswi SMP berantam rebutan cowok gegerkan

Saturday, March 22, 2014

Siswi SMP berantem rebutan cowok gegerkan Cilacap


swi tawuran plus miras 











Merdeka.com - Satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Kepolisian Resor Cilacap, Jawa Tengah, mengamankan dua siswi sekolah menengah pertama karena terlibat perkelahian di Taman KNPI Cilacap, Jumat (21/3).

Informasi yang dihimpun, perkelahian yang melibatkan siswi sebuah SMP negeri dan swasta di Cilacap tersebut terjadi karena keduanya memperebutkan seorang pria yang dianggap sebagai kekasih mereka.

Di lokasi yang sama, sejumlah siswa dari dua SMP tersebut juga terlibat tawuran.

Oleh karena itu, Satuan Sabhara yang sedang mengamankan sebuah kegiatan di Alun-Alun Cilacap yang berseberangan jalan dengan Taman KNPI segera mengambil tindakan.

"Kami segera mengamankan siswa yang terlibat tawuran maupun siswi yang berkelahi, agar kejadian tersebut tidak meluas. Mereka dibawa ke Polres Cilacap untuk dibina," kata Kepala Satuan Sabhara Ajun Komisaris Polisi Sumarno.

Dalam hal ini, kata dia, pihaknya mengamankan tujuh siswa SMP yang terlibat tawuran serta dua siswi yang berkelahi di Taman KNPI tersebut.

Bahkan, lanjut dia, dua siswi SMP yang terlibat perkelahian, diketahui terpengaruh minuman beralkohol.

Kendati demikian, dia mengatakan bahwa pihaknya tidak memidanakan para pelajar yang terlibat tawuran atau perkelahian itu.

"Kami tidak memidanakan mereka. Kami hanya berikan pemahaman dan pembinaan, selanjutnya kami serahkan kepada sekolah dan orang tua masing-masing," katanya.

Menurut dia, pembinaan tersebut dilakukan oleh Satuan Sabhara maupun Satuan Pembinaan Masyarakat (Binmas).

"Kami tidak pandang bulu, siapa pun itu. Jika memang meresahkan masyarakat, berbuat keributan, dan membuat suasana tidak kondusif, ya kami amankan," katanya.

Lebih lanjut, Sumarno mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkonsentrasi dan fokus untuk menjaga kondusifitas Cilacap menjelang Pemilihan Umum 2014.

"Jangan sampai keributan-keributan kecil seperti tadi meluas dan ditumpangi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga kondusifitas Cilacap menjadi terganggu," katanya.

(mdk/tts)

Dimejahijaukan, Ambil Tiga Biji Kakao Senilai Rp 2.100

Posted on by Admin

Rasulullah SAW bersabda: “Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka.” Riwayat Imam Empat.
Saya tidak tahu apakah Polisi dan Jaksa kita kekurangan pekerjaan sehingga kasus pengambilan 3 biji kakao senilai rp 2.100 harus dibawa ke pengadilan.
Begitu pula dengan kasus pencurian satu buah semangka, di mana kedua tersangka disiksa dan ditahan polisi selama 2 bulan dan terancam hukuman 5 tahun penjara.
Sebaliknya untuk kasus hilangnya uang rakyat senilai rp 6,7 trilyun di Bank Century, polisi dan jaksa nyaris tidak ada geraknya kecuali pak Susno Duadji yang ke Singapura menemui Anggoro salah satu penerima talangan Bank Century.
Ini juga membuktikan bagaimana Indonesia yang kaya alamnya ini tidak memberi manfaat apa-apa bagi rakyatnya.
Pihak asing bebas mengambil minyak, gas, emas, perak, tembaga senilai ribuan trilyun/tahun dari Indonesia. Tapi rakyat Indonesia mayoritas hidup miskin. Baru mengambil 3 biji kakao saja langsung dipenjara.
Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia… .
Betulkah itu…???
16 Nopember 2009
Dimejahijaukan, Ambil Tiga Biji Kakao Senilai Rp 2.100
Tragedi hukum seperti tak ada habisnya di negeri ini. Ketika Anggodo Widjojo, yang diduga ikut merekayasa kasus pimpinan KPK, dan para makelar kasus nyaris tak tersentuh jerat hukum, seorang wanita di Banyumas harus merasakan pahitnya menjadi tahanan hanya karena didakwa mengambil tiga biji kakao seharga Rp 2.100.
MINAH alias Ny Sanrudi (55), warga Desa Darmakradenan RT 4 RW 5 Kecamatan Ajibarang, Banyumas mungkin tak pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi tahanan rumah dan harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
Lantaran mendambakan bisa menanam pohon kakao, buruh tani itu terpaksa mengambil biji kakao di perkebunan PT Rumpun Sari Antan (RSA) di desanya. Ternyata, dari biji kakao basah yang bila dijual di pasaran hanya seharga Rp 2.100 itu, kini ia harus siap menghadapi putusan PN Purwokerto dalam waktu dekat.
Kasus itu berawal saat Minah ’’tertangkap basah’’ petugas PT RSA yang menggelar operasi di blok A9 perkebunan, Minggu 2 Agustus 2009. Kasus itu lantas dilaporkan ke Polsek Ajibarang. Pihak perkebunan beralasan, pelaporan dilakukan untuk mendatangkan efek jera kepada yang bersangkutan. Sebab dari segi kerugian, mungkin biji kakao atau uang senilai Rp 2.100 bisa dikembalikan. Setelah melalui penyelidikan, polisi menetapkan Minah sebagai tersangka dan menahannya dengan status tahanan rumah.
’’Saya pernah ngobrol dengan salah satu saksi dari pihak perkebunan, mandor Tarno, yang ikut menangkap. Katanya itu dilakukan untuk efek jera saja,’’ kata Wawan Yuwandra, pegiat sosial yang ikut mengadvokasi kasus tersebut, kemarin.
Tahanan rumah pun dijalani Minah sejak 13 Oktober hingga 1 November. Status tahanan itu selesai, karena tak ada perpanjangan lagi dan prosesnya sudah sampai ke pengadilan negeri (PN).
Tuntutan
Perempuan tidak tamat SD itu didakwa oleh jaksa dengan Pasal 362 KUHP. Berkas perkara Reg Perkara: PDM-147/PKRTO/EP.1/10/2009 ditangani jaksa Noorhaniyah. Agenda Kamis pekan lalu sudah memasuki tuntutan. Namun Minah tak datang, karena merasa tak mendapat undangan. ’’Setelah kami tanya, yang bersangkutan tidak datang karena mengaku tidak dapat undangan. Bukan karena tidak menghormati proses hukum,’’ ujar Wawan.
Selain tak ada undangan, Minah tak datang karena kondisi ekonomi keluarganya. Jarak dari rumahnya yang terletak di pegunungan kapur Darma ke Purwokerto cukup jauh, sekitar 35 km. Baginya, biaya yang dibutuhkan untuk transportasi saja terbilang tak sedikit. Untuk bolak-balik ke Purwokerto sekali jalan paling tidak harus memegang uang Rp 100.000 hingga Rp 200.000 (plus akomodasi).
’’Kami tak sanggup membayar pengacara, jadi dia tak ada yang mendampingi. Yang mendampingi teman-teman LSM di Purwokerto. Kami hanya bisa pasrah. Semoga hakim bisa memutus bebas,’’ kata Wawan penuh harap.
Menurut dia, dalam pengakuan di persidangan awal, Minah itu mengaku baru kali pertama mengambil biji kakao. Itu dilakukan karena ingin punya bibit yang akan ditanam di tanah garapan complangan (lahan di antara tanaman pokok). Sebab, kalau minta ke perkebunan kemungkinan tidak diberi.
Ia juga tidak memiliki lahan dan hidupnya sangat tergantung dari hasil sebagai buruh tani.
Saat ada operasi, Minah pasrah dan tak melawan saat PT RSA meneruskan ke polisi.
Sementara itu pihak RSA belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi, ponsel Pimpinan PT RSA Darmakradenan Sumarno aktif, namun tidak diangkat.
Masalah Kecil
Kasus yang menimpa Minah itu sebenarnya tergolong masalah yang relatif kecil di balik konflik berkepanjangan antara pihak perkebunan dengan warga Darmakradenan yang menuntut pengembalian tanah yang mereka klaim sebagai warisan nenek moyang (tanah adat).
Bahkan terakhir, tiga warga yang terlibat dalam peringatan Hari Tani Sedunia beberapa waktu lalu di desa tersebut juga dilaporkan ke polisi. Organisasi tani desa tersebut, yakni Serikat Tani Amanat Penderitaan Rakyat (Setan Ampera) bersama Paguyuban Petani Banyumas (PPN) mengadu ke DPRD. Tujuannya agar DPRD dan Pemkab ikut membantu menyelesaikan masalah tersebut, termasuk mengupayakan penyelesaian konflik tanah yang sudah berlangsung belasan tahun.
DPRD melalui Komisi A akhirnya membentuk tim kerja untuk memfasilitasi masalah tersebut. Kedua belah pihak sudah dipanggil secara terpisah dan akan dipertemukan untuk mencari solusi terbaik.
’’Kita sudah agendakan untuk mempertemukan kedua belah pihak. Tinggal mengatur waktu saja. Keduanya sudah kita klarifikasi,’’ kata Ketua Komisi A DPRD, Agus Prianggodo seraya menjelaskan, masalah itu ditangani oleh tim kerja yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi A Achmad Fadli dari PKB. (Agus Wahyudi-33,65)
Kamis, 19/11/2009 15:24 WIB
Mencuri 3 Buah Kakao, Nenek Minah Dihukum 1 Bulan 15 Hari
Arbi Anugrah – detikNews
Banyumas – Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.
Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Minggu, 16 November 2014

KPU Harap DPR Segera Bahas Perppu Pilkada

By Taufiqurrohman
on Oct 21, 2014 at 23:46 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah menyiapkan berbagai hal terkait Pilkada serentak tahun depan, termasuk untuk anggaran.

Namun dalam persiapannya, KPU membutuhkan payung hukum agar tak menjadi persoalan nantinya. Untuk itu, KPU berharap DPR segera membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada.

"Dalam tata peraturan UU kita, Perppu ini butuh dukungan DPR, walaupun secara produk hukum Perppu sudah berlaku dan menjadi rujukan. Dukungan DPR ini sangat penting. Kami berharap DPR secepatnya merespons agar payung hukum ini cepat dipastikan," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik, dalam konferensi pers di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (21/10/2014).

Terkait anggaran, Husni mengungkapkan hingga saat ini dana yang telah disetujui pemerintah belum mengakomodasi pilkada serentak. Apalagi imbuh dia, Perppu Pilkada diselenggarakan KPU daerah. Untuk itu, KPU membutuhkan dana guna melakukan koordinasi dengan KPU daerah.

"Untuk dapat menjalankan pilkada serentak di 2015, KPU dan Bawaslu membutuhkan anggaran untuk melakukan supervisi dan monitoring, begitu juga kepastian anggaran untuk daerah," ungkapnya.

Masih kata Husni, sejauh ini KPU telah menginstruksikan KPU Provinsi untuk melakukan koordinasi dengan DPRD. Koordinasi tersebut untuk memastikan anggaran guna menyelenggarakan Pilkada serentak tahun depan.

"KPU sudah menginstruksikan KPU Provinsi untuk berkoordinasi dengan DPRD, agar anggaran (Pilkada serentak 2015) diakomodasi dalam APBD 2015," tandas Husni. (Ado)

KPU Akan Stop Persiapan Pilkada Jika Perppu Ditolak DPR

By Taufiqurrohman
on Oct 22, 2014 at 04:19 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini tengah bersiap menjalankan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada. Namun, KPU memutuskan akan menghentikan persiapan jika Perppu tersebut ditolak DPR.

"Berhenti (persiapannya)," singkat Ketua KPU Husni Kamil Manik di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (21/10/2014).

Menurut Husni, pilkada akan dijalankan oleh DPRD jika Perppu ditolak oleh DPR. Dengan demikian, tambah dia, KPU menghentikan seluruh persiapan pilkada serentak pada 2015 nanti. "Kalau ditolak tidak menjadi ranah KPU lagi," tutur dia.

Tak luput Husni kemudian menjelaskan keberadaan KPU jika Perppu akhirnya benar-benar ditolak. Ia membeberkan, UUD 1945 mengatur bahwa pemilihan umum termasuk pemilihan gubernur, bupati dan walikota ini dijalankan oleh KPU.

"Selagi itu (pilkada langsung) ada, maka kelembagaan itu (KPU) ada. Selagi Indonesia ini masih demokratis pemilu (langsung) itu harus ada," tandas Husni.

Sementara itu, menanggapi pilkada serentak, pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah mengaku, pihaknya siap melakukan pengawasan di mana hal tersebut adalah tugas Bawaslu saat sebelum pilkada tidak serentak.

"Kami pastikan bahwa kami siap melakukan pilkada serentak. Pengawasan akan lebih mudah dan (pengawasan) akan bergerak disemua lini," kata Nasrullah di tempat yang sama.

Apalagi, ujar dia, dalam pilkada serentak nanti memiliki jumlah kontestan yang sedikit. Menurutnya, hal ini dapat membuat Bawaslu dapat maksimal untuk melakukan pengawasan.

Selain itu, kata Nasrullah, untuk mengoptimalkan penyelenggaraan serta pengawasan Pilkada 2015, Bawaslu Provinsi dan KPU Provinsi harus memastikan adanya ketersediaan anggaran serta melakukan perencanaan terkait Pilkada 2015.

"Kalau itu (anggaran dan perencanaan) tidak ada akan susah kita. Siapkan dulu anggaran itu," tandas Nasrullah.

KPU: 204 Pilkada Akan Digelar Serentak di 2015

By Rinaldo
on Nov 05, 2014 at 04:00 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah akan digelar serentak di 204 daerah pada 2015 menyusul akan berakhirnya masa jabatan ratusan kepala daerah pada tahun depan.

"Setelah kami melakukan konfirmasi dengan data milik Kementerian Dalam Negeri, ditemukan ada 204 daerah yang akan melakukan pilkada di 2015," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Jakarta, Selasa (4/11/2014).

Sebelumnya, jumlah daerah yang akan menggelar pilkada di 2015 hasil hitungan KPU berbeda dengan data milik Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri. Hal itu disebabkan KPU belum menghitung jumlah daerah otonom baru (DOB) hasil pemekaran sejak 2012 hingga 2014.

"Pekan depan kami merencanakan pertemuan dengan instansi lain yang terkait dengan pilkada, antara lain memprioritaskan rapat koordinasi dengan Ditjen Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) dan Otda di Kemendagri serta dengan Ditjen Anggaran di Kementerian Keuangan," kata Komisioner KPU Juri Ardiantoro.

Di sisa waktu tahun 2014, KPU berupaya untuk mengejar penyusunan 3 peraturan sebagai pedoman pelaksanaan pilkada pada 2015. Setelah ketiga peraturan tersebut disahkan dan ditetapkan, maka KPU daerah dapat segera menjalankan proses pelaksanaan pilkada di daerah masing-masing.

Selain 3 peraturan tersebut, KPU juga menyusun 7 peraturan lain yang penerbitannya dapat menyusul, yakni Penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kebutuhan Pengadaan serta Pendistribusian Perlengkapan Pilkada; Pedoman Teknis Kampanye Pilkada; Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pilkada dan Pedoman Penyusunan Tata Kerja KPU provinsi, kabupaten-kota, PPK, PPS dan KPPS dalam Pilkada.

Selain itu ada pula Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada; Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Perolehan Suara Pilkada oleh PPK, PPS dan KPPS; serta Pedoman Pelaksanaan Sosialisasi Penyelenggaraan Pilkada. (Ant/Ans)

KPU Papua Akan Evaluasi KPU Kabupaten/Kota


Senin, 17 November 2014 05:09

KPU Papua Akan Evaluasi KPU Kabupaten/Kota

Adam ArisoyJAYAPURA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua rencana akan mengevaluasi seluruh anggota KPU di Kabupaten/kota se-Provinsi Papua. “Rencana evaluasi tanggal 18 sampai 21 November nanti. Dalam evaluasi ini akan membahas pelaporan pelaksaan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden lalu kepada KPU RI,” kata Ketua KPU Papua, Ada Arisoy kepada Bintang Papua belum lama ini di Hotel Aston Jayapura.
Tujuan dilakukan evaluasi ini, kata Adam, dalam rangka menindaklanjuti hasil rekomendasi pertemuan KPU se-Indonesia yang berlangsung tanggal 24-29 Oktober 2014 lalu di Batam, Kepulaun Riau.
“Disana kami membahas bagaimana lembaga itu menyusun laporan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pilpres ditahun ini. Hal itu akan dilaporkan, agar KPU memiliki data secara keseluruhan,” katanya.
Lanjut Adam, sejak reformasi sampai pada 2009 lalu, data-data KPU tercecer sehingga jikalau ada yang bertanya tahun lalu Pilkada seperti apa, terus proses pemilihan seperti apa, KPU tidak punya data yang akurat.
  “Makanya kami lakukan rapat evaluasi di sana. Kami berharap, KPUD kabupaten dan kota di Papua membuat laporan kepada kami,” harapnya.
Usai dilakukan evaluasi, maka KPU Papua dan KPUD kabupaten/Kota akan melanjutkan pembahasan proses penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung di 14 kabupaten yang rencananya akan diselenggarakan pada 2015 dan akhir semester pertama 2016 mendatang.
Menurut dia, ke-14 Kabupaten yang akan melakukan proses pilkada dan empat diantaranya merupakan jadwal pilkada tahun 2015 diantaranya, Kabupaten Keerom, Supiori, Asmat, dan Kabupaten Nabire. “4 Kabupaten ini rencana 2015, sedangkan dibawa semester satu 2016, itu ada 11 kabupaten,” ucapnya.
Lebih jauh disampaikan Adam, KPUD bisa menyampaikan kendala yang mereka hadapi di daerahnya untuk dapat dibuat dalam bentuk rekomendasi, agar pemilihan ketika bupati, Pileg dan Pilpres, kendala yang kemungkinan terjadi bisa diatasi.
Selama ini sambungnya dia, yang menjadi kendala pendistribusian logistik Pemilu di Papua yakni faktor geografis yang sulit. Ia mencotohkan, wilayah yang selalu terkendala ketika distribusi logistik antar lain Kabupaten Yahukimo, Nduga, Dogiyai dan pulau terluar Mapia.
“Kalau cuacanya baik, tak ada masalah. Kalau cuacanya buruk, pasti akan tertunda. Memang dibutuhkan perencanaan yang matang. Jika kami tak jadi anggota KPU lagi, anggota berikutnya sudah bisa melihat rekomendasi itu dan menjadikan itu sebagai acuan mengatasi masalah kondisi geografis di Papua,”ucapnya. (Loy/don)

Siap Bawa Bank Papua Jadi Bank Devisa di Tahun 2016

Senin, 17 November 2014 05:09

Siap Bawa Bank Papua Jadi Bank Devisa di Tahun 2016

Lipius Biniluk Dilantik Jadi Komisaris Utama Bank Papua

Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP., M.H., melantik Pdt. Lipius Biniluk menjadi Komisaris Utama Bank PapuaJAYAPURA – Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) bank Papua di Swiss-BelHotel Papua pada Jumat (14/11) lalu, akhirnya menetapkan Lipius Biniluk sebagai Komisaris Utama Bank Papua. Yang bersangkutan pun langsung dilantik oleh Gubernur Papua Lukas Enembe.
Usai dilantik, kepada wartawan Lipius Biniluk menyatakan dirinya siap memegang amanah yang diberikan, dan akan segera menjalankan tugasnya sebagai komisaris utama dengan target utama menjadikan Bank Papua sebagai Bank Devis pada tahun 2016.
“Saya ingin sekali dua tahun kedepan yaitu 2016 Bank Papua sudah harus jadi bank devisa, karena sudah didegungkan dua tahun lebih, jadi 2015 ini saya akan awasi lebih ketat untuk menuju bank devisa,” ucap Lipius.
Terkait dengan terpilihnya ia sebagai Komisaris Utama, Lipius mengatakan ia percaya ini merupakan rencana Allah untuk membangun Bank Papua lebih baik dan kompetitif dengan BPD lain di Indonesia karena menurutnya Bank Papua memiliki potensi luar biasa, tinggal diterapkan suatu pengawasan yang ketat dan melaksanakan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia, terlebih khusus menjalankan good coverage goverment.

“Saya percaya bank ini akan membuat terobosan-terobosan dan akan diperhitungkan oleh BPD lain di Indonesia. Saya pribadi berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan dan mengeksekusi pesan-pesan gubernur, khususnya dalam hal pengawasan,” tuturnya.
Selain itu, Lipius mengaku diirnya juga berkeinginan untuk bisa menciptakan suasana kebersamaan dengan seluruh komisaris, direksi hingga jajaran staf Bank Papua, guna timbulnya rasa kekompakkan kerja.
“Saya juga punya hati besar untuk membangun satu keluarga besar Bank Papua, semua karyawan dari Komisaris, Direksi hingga seluruh staf yang ada didalam menjadi satu tim dan saling menghargai dan menghormati.” Imbuhnya.
“Dengan demikian akan muncul rasa memiliki Bank Papua, jadi salah satu panggilan saya adalah bagaimana bersama komisaris lain untuk rasa memiliki bank itu oleh karyawan/karyawati.”
Dari sisi bisnis, kata Lipius, memang potensi bisnis di Papua luar biasa oleh karena itu harus ada inovasi yang dilakukan oleh kami sendiri baik direksi maupun komisaris, khususnya menuju Bank Devisa.
Kalau bank devisa tercapai dalam waktu yang tidak terlalu lama, ujar Lipius, maka infestor-infestor internasional, contoh seperti Freeport, walau beberapa karyawannya sudah menabung di Bank Papua tapi belum bisa lebih banyak dari itu karena belum bank devisa, jadi konteks bisnis kami akan coba kembangkan itu lebih luas lagi supaya orang-orang dari dunia internasional bisa investasi di Bank Papua.
Solusinya, kata Lipius, adalah perlu kesungguhan dari semua direksi dan stakeholder yang ada, kalau sudah ada keseriusan menjadi bank devisa akan terwujud dalam waktu yang tidak akan lama, dan itu diusahakan oleh orang-orang yang ada didalam, jadi perlu ada kesungguhan.
Sementara itu Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan, ia Komisaris Utama yang baru dilantik punya tugas dan tanggungjawab sangat berat untuk mengawasi BPD Papua yang secara operasional dilaksanakan oleh direksi Bank Papua.
“Pada RUPS yang lalu baik di Wamena maupun Raja Ampat, bapak-bapak sudah mengikuti arah Bank Papua ke depan yang harapannya untuk menjadi Bank Devisa terus bank yang sehat. Potensi itu ada tapi kalau tidak kita kejar sungguh-sungguh itu tidak akan capai, itu akan tinggal wacana dan rencana, ucapnya.
Dikatakan gubernur, saat ini Dana pihak ketiga Bank Papua lebih banyak milik Pemerintah Daerah, ia pun berharap direksi dan komisaris kerja lebih baik lagi, kalau tidak ia mengancam akan menarik dana Pemda yang ada di Bank Papua dan menaruhnya ke Bank Nasional, dan itu adalah kewenangan pemegang saham prioritas, yaitu Pemerintah Provinsi Papua.
“Kalau lihat disini semua sumber adalah milik Pemerintah daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, jadi kalau kita tarik semua bisa bahaya, karenanya tingkatkan pengawasan secara baik karena kita mau tunjukkan Bank Papua bukan bank yang murni di Papua tetapi merupakan bank devisa dan bank yang kuat.” Pungkasnya.
Dalam RUPS LB tersebut, Bank Papua juga berkesempatan melakukan penandatanganan kerjasama dengan pihak BPJS dan Dinas Kesehatan Provinsi Papua, RSUD Jayapura dan RSUD Abepura. (ds/don/L03/PAR)

Tiga Perwira TNI-AU Kehilangan Senpi di Tempat Permandian

Senin, 17 November 2014 05:21

Tiga Perwira TNI-AU Kehilangan Senpi di Tempat Permandian

Jayapura – Tiga orang perwira pertama TNI Angkatan Udara (AU) masing-masing kehilangan senjata api (senpi), di lokasi permandian di Kawasan Gunung Cycloop, Sentani, Kabupaten Jayapura.
Komandan Pangkalan Angkatan Udara (Danlanud) Jayapura Kolonel Pnb I Made Susila Adnyana, membenarkan hal itu ketika dihubungi Antara dari Jayapura, Minggu.
Ia mengatakan, jajarannya sedang berkoordinasi dengan polisi untuk mencari dan menemukan kembali ketiga pucuk senpi organik TNI AU itu.
“Kami masih terus melakukan pencaharian, sementara ketiga anggota TNI AU yang kehilangan senjata itu sudah dimintai keterangannya,” ujarnya.
Informasi yang dihimpun Antara, tiga pucuk senpi laras pendek (pistol) itu dilaporkan hilang, Sabtu (15/11) bersama telepon genggam (HP) milik ketiga anggota TNI AU yang disimpan di dalam tas yang berbeda. Ketiga perwira TNI AU itu yakni Lettu Pnb YG, Kapten Pnb DM dan Lettu CD.

Hilangnya ketiga pucuk senpi itu berawal dari ketiga anggota TNIAU yang berasal dari skuadron udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh Malang itu, berkunjung ke lokasi permandian yang berada di kawasan gunung Cycloop.
Saat berfoto ria, tanpa disadari tas yang berisi tiga pucuk senjata dan berbagai barang pribadi ketiga anggota TNI AU itu raib. (ant/don)

Keindonesiaan Orang Papua Harus Disentuh Dengan Pembangunan

Senin, 17 November 2014 05:22

Keindonesiaan Orang Papua Harus Disentuh Dengan Pembangunan

Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MHJAYAPURA — Ditengah kondisi masyarakat Papua yang masih banyak hidup dalam kemiskinan dan keterisolasian, Gubernur Papua Lukas Enembe, S.IP, MH., menegaskan pemerintah pusat harus berpikir keras untuk mencari jalan guna bisa menumbuhkan rasa kebangsaan bagi orang Papua. Dan menurutnya, satu-satunya solusi adalah dengan melakukan pembangunan yang langsung menyentuh ke masyarakat.
“Keindonesiaan orang Papua kalau tidak disentuh dengan pembangunan yang memadai mungkin keindonesiaan juga akan lebih cepat mereka rasakan, bahwa kami adalah warga Indonesia, tapi dalam kondisi kemiskinan dan keterbelakangan yang dihadapi oleh masyarakat kita, mungkin ada yng tidak tahu bahasa Indonesia, mungkin tidak tahu apa itu Bhineka Tunggal Ika, apa itu Pancasila dan UUS 1945 karena hampir semua masyarakat Papua hidup adalam keterisolasian,” cetusnya.

Itulah sebabnya gubernur Papua dengan Wakil Gubernur dipercayakan oleh Papua  yang menjabat hampir 1 tahun 6 bulan dengan memahami perosalan yang ada, hendak mendorong adanya perbaikan di Papua.
“Papua tidak bisa menjadi pasar tetapi harus menjadi tempat produksi karena ini yang membuat harga-harga mahal,” ucap Gubernur ketika memberikan sambutan dalam kegiatan Sosialisasi Pancasila di Gedung Sasana Krida Kantor Gubernur Papua pada Sabtu (16/11) lalu.
Setiap orang Jakarta, menurut gubernur, memandang Papua hanya menggunakan kacamata Jakarta, Papua tidak seperti yang dipandang setiap orang melalui media masa, TV, akibatnya mereka belum memahami sesungguhnya masalah di Papua, jika memahami Papua mereka harus bertahun-tahun hidup ditanah ini karena persoalannya sangat kompleks.
“Bagaimana meyakinkan orang Papua kepada Indonesia kalau kita hanya bicara-bicara saja, tapi programnya harus sampai mendarat ke hati rakyat orang Papua yang hidup dalam keterisolasian,” ujar Gubernur.
Oleh sebab itu, Gubernur sebagai pemimpin bersama jajarannya saat ini fokus mendorong untuk dilakukannya refisi terhadap UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua, karena hal tersebut dianggapnya sebagai satu-satunya jalan untuk menjawab seluruh masalah yang ada di Papua.
“Itulah sebabnya saya memandang perlu mendorong UU Otsus Plus yang mengatur tentang bagaimana avermasi dan bagaimana mengelola potensi sumber daya alam untuk dimnafaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Papua, itu sebenarnya hakiki dari keindonesiaan kita,” tuturnya.
Gubernur yang berbicara didepan wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang, menyampaikan keinginannya agar yang bersangkutan dapat memberikan dukungannya untuk dapat membantu agar UU tersebut bisa segera disahkan.
“Harapan kita perjuangan Otsus yang sampai hari ada di DPR RI, Wakil Ketua MPR bisa mendorong bersama-sama karena ini bisa menjadi solusi bagi persoalan orang Papua dalam rangka keindonesiaan Papua, dalam rangka keutuhan NKRI, dalam rangka membuka pintu negara-negara tetangga kita yang ada dibatas terluar,” ucapnya.
“Kalau rakyat kita bisa terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan keterisolasian maka otomatis identitas kita sebagai warga negara Indonesia akan terwujud, ini yang mungkin harus menjadi konsen pemerintahan kita saat ini, bagaimana secara maksimal meletakkan pondasi sehingga ini menjadi penting bagi pemimpin-pemimpin berikutnya.” Pungkas Gubernur. (ds/don)

Oesman Sapta : Pancasila Harus Jadi Kompas Dalam Kehidupan Bernegara

Senin, 17 November 2014 05:23

Oesman Sapta : Pancasila Harus Jadi Kompas Dalam Kehidupan Bernegara

Wakil Ketua MPR RI Osman Sapta Odang memberi Cindera-mata kepada Gubernur Papua Lukas Enembe.JAYAPURA – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Oesman Sapta Odang mengatakan, setiap warga negara termasuk juga yang berada di Papua, harus menjadikan Pancasila sebagai pegangan dalam menjalankan kehidupan bernegara.
“Pancasila juga harus menjadi sebuah “leitstar dinamis”, yakni suatu bintang pengarah yang menjadi kompas penyelenggaraan kehidupan bangsa bernegara” kata Oesman Sapta saat memberikan sambutan dalam pembukaan acara Sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, di Sasana Krida Kantor Gubernur Jayapura, Papua, Sabtu (15/11).
Ditambahkannya, Pancasila mesti dijadikan “Meja Statis” yang artinya harus menjadi dasar pijakan dalam menyusun dan menetapkan segala kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Sebagai dasar dan ideologi negara, ujar Sapta, Pancasila merupakan dasar falsafah, pandangan hidup, ideologi nasional, sekaligus ligatur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Hal ini selaras dengan apa yang dipidatokan oleh Bung karno pada 1 Juni 1945 guna menjawab permintaan Ketua Sidang BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat, tentang dasar negara Indonesia Merdeka,” ucap Sapta.
Selain itu, UUD 1945 yang berlaku saat ini merupakan hasil dari empat kali perubahan, yakni perubahan pertama pada 1999, perubahan Kedua pada 2000, perubahan ketiga 2001, dan perubahan keempat pada 2002. Dan dengan dilakukannya empat kali perubahan itu, maka telah melahirkan konstitusi yang berbeda meskipun tetap dinamakan sebagai UUD NRI Tahun 1945.
Lanjutnya, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945 berbeda dari pokok pikiran yang terkandung dalam naskah asli UUD 1945 yang pertama kali disahkan pada 18 Agustus 1945.
Perubahan UUD 1945, terang Sapat, harus bisa dipahami karena merupakan manifestasi kehendak bersama bangsa Indonesia dalam niatnya membentuk konstitusi yang dapat mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Dalam UUD 1945 ini, terdapat perubahan lembaga-lembaga negara beserta kedudukan, tugas, dan wewenangnya. Sampai hari ini, ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945 terus dilaksanakan dan semakin memberi harapan yang besar bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Sapta.
Sementara itu, Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan dengan adanya sosialisasi ini ia mengaku sangat senang dan menyambut baik kegiatan ini. Apalagi topik yang dibicarakan menyangkut Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
“Kami mau mendengar arahan dan sosialisasi menyangkut Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945 ini,” ucap gubernur. (ds/don)

17 Penumpang Speedboat Murni Disandera TPN/OPM

Senin, 17 November 2014 05:24

17 Penumpang Speedboat Murni Disandera TPN/OPM

FKPPB Papua Bedah Buku Hilangnya 17 Penumpang Speed di Mamberamo Raya

Penulis Buku, Enni Tan (Kiri), didampingi Ketua FKPPB Papua, Regina Mubuay dan Nonce Wairara yang merupakan keluarga korban menunjukan foto-foto keluarga korban yang disandera maupun  foto penyandera.JAYAPURA – Masih ingat dengan kasus hilangnya sebuah speedboat dengan 17 penumpang tahun 2009 lalu saat dalam perjalanan dari Serui menuju Mamberamo Raya? Kini kasus hilangnya 17 penumpang tanpa meninggalkan jejak itu, bukan akibat tenggelam tetapi murni disandera TPN/OPM Wilayah Mamberamo. Demikian antara diungkapkan Forum Koalisi Perempuan Papua Bangkit Provinsi Papua saat membedah sebuah buku misteri dibalik hilang 17 penumpang Speedboat  dalam perjalan dari Serui Kabupaten Kepuluan Yapen-Kasonaweja, Mamberamo Raya tangga, 3 Maret 2009 silam.
Buku yang berjudul “Potret Papua Dalam Bingkai NKRI” dengan jumlah halaman sebanyak 159 halaman itu, yang rencana akan serahkan langsung ke Presiden RI, Joko Widodo dan akan dibagikan kepada seluruh keluarga korban.
“Buku ini kami bedah untuk jadi kenang-kenangan bagi kami seluruh keluarga korban karena segala upaya sudah kami lakukan, namun pihak aparat keamanan tidak membuka secara transparan, sehingga lewat buku ini keluarga korban bisa baca dan dimengerti,” kata Ketua Forum Koalisi Perempuan Papua Bangkit Provinsi Papua, Regina Mubuay dalam keterangan pers di Paldam, Jayapura, Sabtu (15/11) sore.

Regina mengungkapkan, pembedahan buku ini karena segala daya dan keterangan saksi dan bukti-bukti ke pihak kepolisian sampai ke Jakarta Pusat tidak ada jawaban. “Kami melihat ada konspirasi besar yang dibangun, sehingga kami orang kecil tidak tembus untuk mengungkap fakta yang terjadi di balik hilangnya 17 penumpang Speedboat ini, sehingga kami terpaksa membuat buku ini,” ujarnya.
Ia menginginkan kasus yang terjadi di perairan Mamberamo Raya dibedah dan dibuka semua orang-orang yang keterkaitan. “Mari kita duduk secara bersama-sama dengan menghadirkan semua saksi, karena kami merasa bahwa 17 penumpang ini bukan hilang akan tetapi  disandera,” katanya.
Konsipirasi tesebut kata Regina, diakui langsung oleh mantan Kapolda Papua Irjen (Pol) Tito Karnavian dalam pertemuan mereka dengan Komnas Ham perwakilan Papua, sehingga keluarga 17 penumpang merasa kuat untuk harus membuat buku sebagai kenang-kenangan.
Sementara itu, penulis buku Enni Tan menyatakan, dirinya sengaja menulis buku yang berjudul “Potret Papua Dalam Bingkai NKRI”, karena 17 penumpang yang hilang di perairan Mamberamo Raya bukan tenggelam melainkan disandera oleh TPN/OPM di wilayah Mamberamo dibawah pimpinan Fernando Worabay.
Dari beberapa 17 orang penumpang Speedboat tersebut, keluarga korban juga menunjukkan foto Erna Samori, Isak Petrus Mubuay, Yuliana Muay yang turut hilang saat itu, sambil menujukkan wajah-wajah para penyandera ke 17 korban. “Panyandera ini diutus masuk ke Kasonaweja yang diantaranya, tiga orang dari kelompok Erik Manitori dan tiga orang dari kelompok Fernadno Worabay,” katanya.
Enni menyampaikan TPN/OPM  diduga kuat melakukan penyanderaan terhadap 17 penumpang Speedboat itu, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan di lapangan dan berdasakan hasil keterangan saksi-saksi kunci dari salah satu kelompok panyandera. “Saksi ini telah kami bahwa ke petinggi di Jakarta. Kalau pun nanti diungkap kembali, kami akan serahkan bukti-bukti dan saksi kepada pihak aparat,” katanya.
Enni membeberkan temuan berdasarakan hasil pengumpulan bahan keterangan selama 5 tahun menelusuri kejadian 17 Penumpang speedboat tersebut. Penculikan atau penyanderaan itu, juga berdasarkan keterangan saksi ( Masyarakat Mamberamo Raya, TPN OPM dan Keluarga Korban) terkait penculikkan pada 3 Maret 2009 Pembunuhan Pdt. Zeith Krioma pada 8 April 2009 dan pengibaran BK di lapangan terbang Kapeso pada 3 Mei- 4 Juli 2009.
Kemudian dari hasil pertemuan  tokoh adat masyarakat Mamberamo Raya  dengan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 16 Maret 2011 di Rupat Kesbangpol Kemendagri dalam rangka mencari solusi atas Pemerintahan Kabupaten Mamberamo Raya yang tak sejalan dan penyelesaian masalah surat TPN OPM yang mencatut nama Bupati Mamberamo Raya memberi sejumlah dana kepada TPN OPM intinya mencabut surat dan bukti-bukti.
Oleh karena itu, Enni menegaskan, bahwa maksud dan tujuan membuat judul buku ini, adalah ke tujuh belas korban yang disandera merupakan potret. Sementara Bingkai NKRI bukan dalam skop luas, akan tetapi terfokus pada kasus berdarah di Mamberamo Raya atas hilangnya 17 penumpang Speedboat.
Lebih lanjut dijelaskan Enni, maksud dalam Bingkai adalah Pemerintah, yang mana bingkai sudah disusun dengan baik. Artinya, kebijakan-kebijakan pemerintah lamban sehingga memudahkan celah bagi potret dalam hal ini 17 orang itu merasa tidak aman sehingga mereka hilang.
Dalam bedah buku ini juga, kata Enni tidak ada keberpihakan terhadap siapapun. Akan tetapi pembedahan buku ini sebagai upaya membantu para keluarga korban untuk mempermudah berbagai data fakta agar dapat dijadikan sebagai bahan acuan penentuan kebijakan pemerintah dalam rangka upaya tindakan cegah dini terhadap berbagai konflik dengan berpatikan dan melihat dengan jeli pada paradox kasus berdarah  Mamberamo Raya.
Dalam pembentukan buku nanti, pihak Forum Koalisi Perempuan Papua Bangkit Provinsi Papua berencana akan mempersembahkan 1 buku untuk Presiden Joko Widodo. “Meski banyak ancaman dan cobaan yang dialami di lapangan untuk membuat buku ini, namun saya selaku perempuan bisa selesai,” katanya.
Enni sengaja membua buku karena merasa ada perbedaan dalam pengungkapan kasus 17 hilangnya penumpang Speedboat. Dimana, menurut aparat kepolisian menyampaikan bahwa 17 orang tersebut murni kecelakaan laut. “Orang hilang di Samudera manapun tetap pasti dapat. Ini hilang dibagian selat saja, masa tidak bekas satupun. Minimal ada bekas sandal, tas ataupun yang lainnya. Saya yakin dari 17 orang ini rata-rata pintar berenang sehingga tidak percaya jikalau dikatakan laka laut,” ujarnya.
Oleh karena itu, Enni meyakinkan jikalau ke 17 orang tersebut tidak hilang ketika Polda Papua memanggil keluarga korban untuk memperlihatkan tas yang ditemukan ketika ada pengibaran bendera di Kasonaweja.
Sejak itu, istri dari korban Isak Petrus Mubuay datang ke Polda Papua bahwa tas tersebut ternyata milik suaminya dan juga tas milik Yuliana Muay.  (Loy/don)