Jumat, 21 November 2014

Dimejahijaukan, Ambil Tiga Biji Kakao Senilai Rp 2.100

Posted on by Admin

Rasulullah SAW bersabda: “Hakim itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di surga. Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu kebenaran, namun ia tidak memutuskan dengannya, maka ia di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan ia memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan, maka ia di neraka.” Riwayat Imam Empat.
Saya tidak tahu apakah Polisi dan Jaksa kita kekurangan pekerjaan sehingga kasus pengambilan 3 biji kakao senilai rp 2.100 harus dibawa ke pengadilan.
Begitu pula dengan kasus pencurian satu buah semangka, di mana kedua tersangka disiksa dan ditahan polisi selama 2 bulan dan terancam hukuman 5 tahun penjara.
Sebaliknya untuk kasus hilangnya uang rakyat senilai rp 6,7 trilyun di Bank Century, polisi dan jaksa nyaris tidak ada geraknya kecuali pak Susno Duadji yang ke Singapura menemui Anggoro salah satu penerima talangan Bank Century.
Ini juga membuktikan bagaimana Indonesia yang kaya alamnya ini tidak memberi manfaat apa-apa bagi rakyatnya.
Pihak asing bebas mengambil minyak, gas, emas, perak, tembaga senilai ribuan trilyun/tahun dari Indonesia. Tapi rakyat Indonesia mayoritas hidup miskin. Baru mengambil 3 biji kakao saja langsung dipenjara.
Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia… .
Betulkah itu…???
16 Nopember 2009
Dimejahijaukan, Ambil Tiga Biji Kakao Senilai Rp 2.100
Tragedi hukum seperti tak ada habisnya di negeri ini. Ketika Anggodo Widjojo, yang diduga ikut merekayasa kasus pimpinan KPK, dan para makelar kasus nyaris tak tersentuh jerat hukum, seorang wanita di Banyumas harus merasakan pahitnya menjadi tahanan hanya karena didakwa mengambil tiga biji kakao seharga Rp 2.100.
MINAH alias Ny Sanrudi (55), warga Desa Darmakradenan RT 4 RW 5 Kecamatan Ajibarang, Banyumas mungkin tak pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi tahanan rumah dan harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
Lantaran mendambakan bisa menanam pohon kakao, buruh tani itu terpaksa mengambil biji kakao di perkebunan PT Rumpun Sari Antan (RSA) di desanya. Ternyata, dari biji kakao basah yang bila dijual di pasaran hanya seharga Rp 2.100 itu, kini ia harus siap menghadapi putusan PN Purwokerto dalam waktu dekat.
Kasus itu berawal saat Minah ’’tertangkap basah’’ petugas PT RSA yang menggelar operasi di blok A9 perkebunan, Minggu 2 Agustus 2009. Kasus itu lantas dilaporkan ke Polsek Ajibarang. Pihak perkebunan beralasan, pelaporan dilakukan untuk mendatangkan efek jera kepada yang bersangkutan. Sebab dari segi kerugian, mungkin biji kakao atau uang senilai Rp 2.100 bisa dikembalikan. Setelah melalui penyelidikan, polisi menetapkan Minah sebagai tersangka dan menahannya dengan status tahanan rumah.
’’Saya pernah ngobrol dengan salah satu saksi dari pihak perkebunan, mandor Tarno, yang ikut menangkap. Katanya itu dilakukan untuk efek jera saja,’’ kata Wawan Yuwandra, pegiat sosial yang ikut mengadvokasi kasus tersebut, kemarin.
Tahanan rumah pun dijalani Minah sejak 13 Oktober hingga 1 November. Status tahanan itu selesai, karena tak ada perpanjangan lagi dan prosesnya sudah sampai ke pengadilan negeri (PN).
Tuntutan
Perempuan tidak tamat SD itu didakwa oleh jaksa dengan Pasal 362 KUHP. Berkas perkara Reg Perkara: PDM-147/PKRTO/EP.1/10/2009 ditangani jaksa Noorhaniyah. Agenda Kamis pekan lalu sudah memasuki tuntutan. Namun Minah tak datang, karena merasa tak mendapat undangan. ’’Setelah kami tanya, yang bersangkutan tidak datang karena mengaku tidak dapat undangan. Bukan karena tidak menghormati proses hukum,’’ ujar Wawan.
Selain tak ada undangan, Minah tak datang karena kondisi ekonomi keluarganya. Jarak dari rumahnya yang terletak di pegunungan kapur Darma ke Purwokerto cukup jauh, sekitar 35 km. Baginya, biaya yang dibutuhkan untuk transportasi saja terbilang tak sedikit. Untuk bolak-balik ke Purwokerto sekali jalan paling tidak harus memegang uang Rp 100.000 hingga Rp 200.000 (plus akomodasi).
’’Kami tak sanggup membayar pengacara, jadi dia tak ada yang mendampingi. Yang mendampingi teman-teman LSM di Purwokerto. Kami hanya bisa pasrah. Semoga hakim bisa memutus bebas,’’ kata Wawan penuh harap.
Menurut dia, dalam pengakuan di persidangan awal, Minah itu mengaku baru kali pertama mengambil biji kakao. Itu dilakukan karena ingin punya bibit yang akan ditanam di tanah garapan complangan (lahan di antara tanaman pokok). Sebab, kalau minta ke perkebunan kemungkinan tidak diberi.
Ia juga tidak memiliki lahan dan hidupnya sangat tergantung dari hasil sebagai buruh tani.
Saat ada operasi, Minah pasrah dan tak melawan saat PT RSA meneruskan ke polisi.
Sementara itu pihak RSA belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi, ponsel Pimpinan PT RSA Darmakradenan Sumarno aktif, namun tidak diangkat.
Masalah Kecil
Kasus yang menimpa Minah itu sebenarnya tergolong masalah yang relatif kecil di balik konflik berkepanjangan antara pihak perkebunan dengan warga Darmakradenan yang menuntut pengembalian tanah yang mereka klaim sebagai warisan nenek moyang (tanah adat).
Bahkan terakhir, tiga warga yang terlibat dalam peringatan Hari Tani Sedunia beberapa waktu lalu di desa tersebut juga dilaporkan ke polisi. Organisasi tani desa tersebut, yakni Serikat Tani Amanat Penderitaan Rakyat (Setan Ampera) bersama Paguyuban Petani Banyumas (PPN) mengadu ke DPRD. Tujuannya agar DPRD dan Pemkab ikut membantu menyelesaikan masalah tersebut, termasuk mengupayakan penyelesaian konflik tanah yang sudah berlangsung belasan tahun.
DPRD melalui Komisi A akhirnya membentuk tim kerja untuk memfasilitasi masalah tersebut. Kedua belah pihak sudah dipanggil secara terpisah dan akan dipertemukan untuk mencari solusi terbaik.
’’Kita sudah agendakan untuk mempertemukan kedua belah pihak. Tinggal mengatur waktu saja. Keduanya sudah kita klarifikasi,’’ kata Ketua Komisi A DPRD, Agus Prianggodo seraya menjelaskan, masalah itu ditangani oleh tim kerja yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi A Achmad Fadli dari PKB. (Agus Wahyudi-33,65)
Kamis, 19/11/2009 15:24 WIB
Mencuri 3 Buah Kakao, Nenek Minah Dihukum 1 Bulan 15 Hari
Arbi Anugrah – detikNews
Banyumas – Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.
Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.
Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar